KAJIAN HADIS TENTANG OBYEK DIDIK DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN



         Kepada seluruh pembaca yang budiman, mohon ma'af apabila dalam artikel ini terdapar kesalahan, seperti tidak munculnya tulisan ayar Al-Qur'an di dalam artikel ini. Kepada para pembaca sekalian harap teliti terlebih dahulu sebelum menjadikan artikel ini sebagai referensi sehingga meminimalisir kesalahan di lain hari.
         Jika ada kritik dan saran silahkan sampaikan dengan baik pada kolom komentar di bagian bawah artikel ini.
Saya ucapkan terimakasih atas kunjungannya.
         Terakhir saya ingin mengutip kata dari Syaidina Ali bin Abi Thalib yang artinya "Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan pernah melihat siapa yang mengatakan"
Wassalam.


   A.    Hadis tentang Potensi fitrah pada anak (LM: 1702)
1.      Potensi Fitrah pada anak
حديث أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. قَالَ النَّبِىِّ صلى الله عليه و سلم: (مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إَلاَّيُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ. فَأَبَوَهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ. كَمَا تُنْتَجُ البَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ ؟)
ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْهُرَيْرَةَ رضي اللهُ عنه: فِطْرَةَ اللهِ التِّى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ, ذَالِكَ الدِّيْنُ القَيِّمُ- أخرجه البخرى
Artinya: Abuhurairah r.a berkata: Nabi SAW. Bersabda: Tiada bayi yang dilahirkan melainkan lahir di atas fitrah, maka ayah bundanya yang mendidiknya menjadi yahudi, nasrani, dan majusi, sebgai lahirnya binatang yang lengkap sempurna. Apakah ada binatang yang lahir terputus telinganya? Kemudian Abuhurairah r.a membaca: Fitrallahi Allati Fatharannaasa alaihi, laa Tabdila Likhalqillahi(fitrah yang diciptakan Allah pada semua manusia, tiada perubahan terhadap apa yang dicipta oleh Allah). Itulah agama yang lurus. (Bukhari, Muslim).
2.      Mufradat
lahirnya binatang                                       : تُنْتَجُ البَهِيْمَةُ
lengkap / sempurna                                    : جَمْعَاءَ
tiada perubahan                                         : لاَتَبْدِيْل
3.      Penjelasan Hadis
At-Thabari dan Ibn al-Mundzir menjelaskan, dengan mengutip pendapat Mujahid, bahwa fitrah yang dimaksud adalah agama (dîn) Islam. Ini juga makna yang dipegang oleh Abu Hurairah dan Ibn Syihab. Maknanya bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan selamat dari kekufuran. Itulah janji setiap jiwa kepada Allah tatkala masih dalam kandungan, sebagaimana diisyaratkan dalam surah al-A’raf 172-173 :
(Mohon Maaf ayat Al-Qur'an tidak bisa tampil, silahkan di masukan sendiri yaa)
Artinya:172.Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)",
173. Atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua kami Telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami Ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami Karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu[582]?"
[582]  Maksudnya: agar orang-orang musyrik itu jangan mengatakan bahwa bapak-bapak mereka dahulu Telah mempersekutukan Tuhan, sedang mereka tidak tahu menahu bahwa mempersekutukan Tuhan itu salah, tak ada lagi jalan bagi mereka, hanyalah meniru orang-orang tua mereka yang mempersekutukan Tuhan itu. Karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak patut disiksa Karena kesalahan orang-orang tua mereka itu.

Maka fitrah yang adalah seperti yang disampaikan oleh Ibn Abd al-Bar dan Ibn ‘Athiyah, yaitu karakter ciptaan dan kesiapan yang ada pada diri anak ketika dilahirkan, yang menyediakan atau menyiapkan untuk mengidentifikasi ciptaan-ciptaan Allah dan menjadikan dalil pengakuan terhadap Robb-nya, mengetahui syaritnya dan mengamatinya.
Abu al-‘Abbas menyatakan bahwa Allah Swt. menciptakan hati anak Adam siap untuk menerima kebenaran seperti menciptakan mata siap untuk melihat dan telinga siap untuk mendengar. Hanya saja, faktor-faktor berupa bisikan setan jin maupun setan manusia serta hawa nafsu bisa meggelincirkannya dari kebenaran. Jadi, ibu-bapaknya dalam hadis di atas merupakan permisalan dari bisikan setan yang menjadikannya seorang kafir atau musyrik.
Ibn al-Atsir mengomentari hadis di atas: Fitrah adalah ciptaan atau kreasi. Fitrah di antaranya adalah kondisi seperti berdiri atau duduk. Hadis tersebut bermakna bahwa setiap insan dilahirkan di atas suatu jenis dari jibillah (ciptaan) dan tabiat yang siap-sedia untuk menerima agama. Hal senada diungkapkan oleh Zamakhsyari. (Al-Fâ’iq, 3/128).
Berdasarkan nash-nash di atas, maka makna fitrah adalah karakteristik ciptaan, yaitu karakteristik bawaan yang melekat dalam diri setiap manusia sejak dilahirkan.
Jika kita analisis, karakteristik bawaan itu tidak lain adalah potensi kehidupan manusia berupa hajât al-‘udhâwiyah (kebutuhan untuk tetap hidup) dan gharâ’iz—jamak dari gharîzah—(naluri/insting). Tabiat yang berupa kesiapan menerima agama dan kelurusan itu tidak lain adalah gharîzah at-tadayyun (naluri beragama). Jadi, kesaksian dalam surat al-A'raf tersebut adalah kesaksian naluriah/instingtif (syahâdah ghâriziyyah atau syahâdah fithriyyah) dan bukan kesaksian imani (syahâdah îmâniyyah). Kesaksian itu tidak akan bisa dilupakan oleh manusia karena melekat dalam dirinya dan tidak akan hilang sampai kematiannya dan sampai generasi manusia yang terakhir.
Sumber lain menyebutlan bahwa Orang Nasrani percaya, bahwa anak lahir itu membawa dosa warisan. Untuk menebus dosa yang di bawa anak baru lahir itu, maka Isa di Salib. Tujuannya untuk menebus dosa manusia.
Lalu Islam menjelaskan, bahwa bayi lahir itu Fitroh. Yang menjadikan Nasrani, Majusi adalah kedua orang tuannya. Sesuai dengan Surat Ar-Ruum ayat: 30 

 (Mohon Maaf ayat Al-Qur'an tidak bisa tampil, silahkan di masukan sendiri yaa)

artinya: 30. “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168].” (QS. Ar-Ruum: 30)
[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan. Dengan pentingnya Tabularasa, konvergensi dan lain-lain.
Setelah anak itu di didik oleh kedua orang tuanya, maka pendidik selanjutnya adalah lingkungan. Tetapi, Allah menciptakan manusia itu mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka itu hanya pengaruh lingkungan.
Maka, lingkungan itu penting sekali untuk perkembangan anak. Maka kita harus berhati-hati dalam memilih lingkungan. Kalau lingkungan itu bagus, maka perkembangan jiwa anak itu akan bagus. Tapi bisa sebaliknya.Kalau manusia itu di dalam akal atau pikirannya sudah tahu yang benar dan yang salah, maka itu dirinci oleh al qur’an. Memang, manusia perlu dan butuh al qur’an. Dan manusia harus:
a.       Baca al qur’an
b.       Memahami isi al qur’an
c.        Melaksanakan isi al qur’an
d.       Menyiarkan atau mengamalkan al qur’an sampai akhir zaman.

   B.     Hadis tentang Tahapan Penciptaan Manusia (LM: 1702)
1.      Tahapan penciptaan manusia
عَبْدِاللهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَا لَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ، قَالَ: إِنَّ أًحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُوْنُ عَلًقًةً مِثْلَ ذًلِكَ. ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذًلِكَ. ثُمَّ يَبْعَثُ الله مَلًكًا فًيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، وَيُقَالُ لَهُ: اكْتُبْ عَمَلًهُ وَرِزْقَهُ وَأًجَلَهُ وَشَفِيٌّ أَوْسَعِيْدٌ. ثُمَّ يُنْفَخُ فِيْهِ الرُّوحُ فَإِ نَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ لَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجَنَّةً إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كَتَابُهُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ. وَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِإٍلَّا ذِرَاعٌ،فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَا بُ، فًيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
{أخرجه البخا ري في :٥٩ كتا ب بدء الخلق :٦ با ب ذكر الملا ئكة}
Artinya: “Hadist Abdullah bin Mas’ud RA ia berkata: Rasulullah SAW, yang benar dan harus dibenarkan telah menerangkan kepada kami:sesungguhnya seorang terkumpul kejadiannya dalam perut ibunya empat puluh hari berupa mani, kemudian berupa sekepal darah selama itu juga, kemudian berubah berupa sekepal daging selama itu juga, kemudian Allah mengutus Malaikat yang diperintah mencatat empat kalimat dan diperintah: tulislah amalnya, rizqinya, ajalnya dan nasib baik atau sial (celaka), kemudian ditiup ruh kepadanya. Maka sesunggunya adakalanya seorang dari kamu melakukan amal ahli surga sehingga antaranya dengan surga hanya sehasta, tetapi ada ketentuan dalam suratan pertama, tiba-tiba melakukan amal ahli neraka, dan adalakanya seorang berbuat ahli neraka sehingga antaranya dengan neraka hanya sehasta, tiba-tiba dalam ketentuan suratannya ia berubah mwngerjakan amal ahli surga{Bukhari dan Muslim}
2.      Penjelasan  kata
·         يُجْمَعُ(dikumpulkan) maksudnya dengan pengumpulan disini adalah penggabungan sebagiannya dengan sebagian lainnya setelah tercerai berai.
·         خَلْقَ(penciptaan) adalah bentuk mashdar yang digunakan untuk mengungkapkan tentang tubuh.
·         يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّه(dikumpulkan{penciptaannya} di dalam perut ibunya). Al Qurthubi dalam kitab Al-Mufhim berkata, “maksudnya, mani masuk kedalam rahim ketika memancar dengan kuat akibat dorongan syahwat sehingga berceceran, lalu Allah menghimpunnya di tempat anak di dalam rahim.
·         أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا(selama empat puluh hari) tanpa keraguan. Sedangkan dalam riwayat Salamah bin Kuhil disebutkan, أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً  (empat puluh malam) tanpa keraguan. Kesimpulannya, yang dimaksud adalah hari dan malamya, atau malam dan harinya.
·         فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَا بُ(lalu ia lalui oleh ketetapan itu). Dalam riwayat Abu Al Ahwash disebutkan, كِتَا بَةٌ(catatan). Huruf fa’ pada kalimatفَيَسْبِق (lalu ia didahului) mengisyaratkan hal itu terjadi secara langsung tanpa jeda. Kata يَسْبِق juga mengandung makna mendominasi, demikian yang dikatakan oleh Ath-Thaibi. Kata عَلَيْهِ berada pada posisi nashab karena berfungsi sebahai hal (keterangan kondisi)
3.      Penjelasan hadis
a.       Penjelasan Fase perkembangan janin di dalam rahim:
Hadits diatas ini menunjukkan bahwa janin diciptakan seratus dua puluh hari dalam tiga tahapan. Setiap tahapan adalah selama empat puluh hari. Pada empat puluh hari pertama berupa nuthfah, pada empat puluh hari kedua berupa ‘alaqah dan empat puluh hari ketiga berupa mudhghah, dan pada hari ke seratus dua puluh, malaikat meniupkan ruh kepadanya, lalu dituliskan baginya kalimat. Allah Ta’ala  menyebutkan dalam kitab-Nya bahwa janin diciptakan dalam fase-fase tersebut, sebagaiamana firman-Nya:

(Mohon Maaf ayat Al-Qur'an tidak bisa tampil, silahkan di masukan sendiri yaa)
Artinya: 12.  Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
              13.  Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
              14.  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.(Q.S. Al-Mukminun: 12-14)

Dalam ayat ini Allah menyebutkan empat fase yang disebutkan didalam hadits, lalu menambahinya dengan fase lainnya sehingga menjadi tujuh fase.
Hikmah dari penciptaan Adam dengan urutan-urutan diatas sesuai dengan hukum perkembangan dan tahapan dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, walau sesungguhnya Allah Mahakuasa untuk menciptakannya sekaligus dalam waktu sekejap, adalah agar adanya kesesuaian penciptaan manusia dengan penciptaan alam yang luas, sesuai dengan hukum sebab-akibat, pendahuluan dan kesimpulan (mukaddimah dan natijah). Ini merupakan penjelsan yang paling gambling tentang kekuasaan Allah. Dengan pentahapan ini Allah mengajarkan kepada para hamba-Nya untuk bertindak tenang dan tidak tergesa-gesa dalam urusan mereka. Ini juga merupakan pemberitahuan bahwa jiwa akan meraih kesempurnaan dengan cara bertahap sesuai dengan bertahapnya jasad dalam penciptaannya dari satu fase ke fase berikutnya hingga mencapai dewasa. Maka demikian pula yang semestinya berlaku pada pembinaan akhlak. Jika tidak, maka dia akan berjalan serampangan tanpa arah yang jelas.
b.      Penjelasan ditiupnya ruh
Para ulama bersepakat bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin setelah janin berumur seratus dua puluh hari terhitung dari mulai terjadinya pembuahan. Yaitu ketika usia kehamilan sudah empat bulan dan memasuki bulan yang kelima.
Semua itu benar berdasarkan kenyataan yang dapat disaksikan, maka semenjak itu ditetapkan hukum-hukum untuk memenuhi kebutuhannya seperti hukum tentang penyandaran nasabnya dan kewajiban pemberian nafkah. Dan hal itu diyakinkan dengan bergeraknya janin dalam rahim. Inilah hikmah mengapa istri yang ditinggal mati suaminya, masa iddahnya selama empat bulan sepuluh hari. Alasannya ialah untuk meyakinkan bahwa rahimnya benar-benar kosong dari janin tanpa ada sedikit pun tanda-tanda kehamilan. Ruh, yang membuat manusia hidup, adalah urusan Allah sebagaimana firman-Nya,

(Mohon Maaf ayat Al-Qur'an tidak bisa tampil, silahkan di masukan sendiri yaa)
š
Artinya:  Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S. Al-Isra: 85)
Dalam syarah Muslim karangan Imam Nawawi disebutkan bahwa ruh adalah jasad halus yang mengalir dalam badan dan merambat di dalamnya sebagaimana merambatnya air didalam batang pohon yang hidup. Dalam kitab Ihya Ulumuddin Imam Al-Ghazali berkata, “ruh adalah unsur yang berdiri sendiri yang bekerja di dalam badan.”
c.       Penjelasan tentang Ilmu Allah Ta’ala
Sesungguhnya Allah mengetahui keadaan makhluk sebelum penciptaannya. Maka, tidak ada satu keadaan pun berupa iman, taat, kafir, maksiat, bahagia dan celaka kecuali semuanya diketahui oleh Allah dan berdasarkan kehendak-Nya. Banyak nash dari kitab yang menjelaskan hal itu.
Dalam riwayat Bukhari dari Ali bin Abi Thalib RA dari Nabi SAW  berkata, “Tidak ada makhluk yang bernafas kecuali Allah  telah menentukan tempatnya di surga atau di neraka, telah dituliskan celaka atau bahagia.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita berpegang dengan ketentuan tersebut dan meninggalkan amal?” Nabi menjawab, “Bekerjalah kalian dan setiap orang akan diberikan kemudahan sesuai dengan yang diciptakan baginya. Adapun orang-orang yang berbahagia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan kebaikan dan orang-orang celaka akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan yang akan menghantarkan kepada kecelakaan.”
Kemudian beliau membaca firman Allah,

(Mohon Maaf ayat Al-Qur'an tidak bisa tampil, silahkan di masukan sendiri yaa)

Artinya: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),” (Q.S. Al-Lail: 5-6)
Ilmu Allah tidak menghalangi kebebasan hamba untuk memilih dan meraih apa yang mereka inginkan. Karena ilmu adalah sifat yang tidak memiliki pengaruh. Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk beriman dan taat, melarang mereka untuk kufur dan maksiat dan itu merupakan bukti bahwa hamba memilki kebebasan untuk memilih dan meraih apa yang mereka inginkan. Karena kalau tidak demikian, maka sia-sialah semua perintah dan larangan-Nya dan ini mustahil bagi Allah SWT. Allah berfirman,

(Mohon Maaf ayat Al-Qur'an tidak bisa tampil, silahkan di masukan sendiri yaa)

Artinya: “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Syam: 7-10)
d.      Penjelasan tentang amal dinilai dengan akhirnya
Riwayat bukhari dari Sahal bin Sa’ad dari Nabi SAW, beliau bersabda, “sesungguhnya amal itu tergantung kepada niatnya.” Artinya barangsiapa yang baginya dituliskan keimanan dan ketaatan di akhir umurnya, adakalanya dia kufur dan maksiat pada suatu saat, kemudian Allah memberi taufik kepadanya dengan keimanan dan ketaatan pada waktu menjelang akhir hayatnya. Dia meninggal dalam keadaan demikian, maka dia masuk surga. Barangsiapa yang telah ditetapkan baginya kekufuran dan kefasikan di akhir hayatnya. Walau dalam suatu waktu  dia beriman dan taat, kemudian Allah membiarkannya – dikarenakan usaha, amal dan keinginannya – dia mengatakan kalimat kekufuran, lalu beramal dengan amal ahli neraka dan meninggal dalam keadaan demikian, maka dia masuk neraka.
Maka janganlah seseorang tertipu dangan apa yang tampak dari keadaan seseorang, karena yang dinilai adalah akhirnya, jangan pula berputus asa atas keadaan seseorang karena yang dinilai adalah akhir umurnya. Kita memohon kepada Allah keistiqamahan dalam kebenaran, kebaian dan khusnul khatimah.

   C.    Hadis tentang Pengaruh Pergaulan (LM: 1687)
1.      Pengaruh pergaulan
وَ عَنْ أَ بِيْ مُوْ سَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّا لِحِالسُّوْءِ, كَحَا مِلِ الْمِسْكِ, وَنَا فِخِ الْكِيْرِ, فَحَا مِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِ يَكَ, وَإِمَّا أَنْ تَبْتَا عَ مِنْهُ, وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً.وَ نَا فِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَا بَكَ, وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا خَبِيشَةً. (أخرجةالبخارى)
Artinya: Abu Musa r.a berkata: Nabi Saw, bersabda; Perumpamaan kawan yang baik dan yang jelek, bagaikan pembawa misik (kasturi) dengan peniup api tukan besi, maka yang membawa misik adakalanya memebri tahumu atau anda membeli padanya, atau mendapat bau harum dari padaya. Adapun peniup api tukang besi, jika tidak membakar bajumu atau anda mendapat bau yang busuk dari padanya.(Bukhari)
2.      Kosa kata (Mufradat)
a.      الْجَلِيْسِ                        
Asalnya diartikan orang yang duduk kemudian diartikan teman duduk, teman akrab.
b.     السُّوْءِ
Boleh dibaca sau’ atau su’ berarti; yang membencikan yakni teman yang berwatak buruk atau nakal yang membencikan orang lain.
c.      كَحَا مِلِ الْمِسْكِ
Seperti pembawa minyak misik atau minyak kasturi. Minyak kasturi itu berasal dari darah kijang yang tersimpan dalam kantong yang berada dekat dengan lehernya.
d.     وَنَفِخِ الْكِيْرِ
Peniup api untuk keperluan patria tau las. Asal arti al-kir adalah sebuah alat pompa angin yang dibuat dari kulit binatang, biasanya dipakai oleh tukang besi seperti patri.
e.      أَنْ يُحْذِ يَكَ
Ia memberi minyak kepadamu
f.       أَنْ تَبْتَا عَ
Engkau membeli
g.     أَنْ يُحْرِقَ ثِيَا بَكَ
Api itu membakar pakaianmu
h.     رِيْحًاخَبِيشَةً
Bau tidak enak, busuk

3.      Penjelasan Hadis
Hadis ini membimbing kepada umat manusia bagaimana membentuk keperibadian yang baik yang merupakan cita-cita dan tujuan pendidikan dalam islam. Salah satunya adalah faktor pengaruh dari teman pergaulan dimana seseorang itu hidup. Dalam pendidikan, teman mempunyai pengaruh yang menentukan dalam pembentukan watak, karakter atau kepribadian seseorang di samping faktor lain, karena melalui teman inilah manusia sangat mudah dibentuk dan diwarnai pola hidup, pola pikir dan perilaku. Rasulullah Saw. Memberikan perumpamaan teman yang baik dan teman yang nakal atau teman yang buruk wataknya, sebagai berikut :
إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّا لِحِ وَجَلِيْسِ السُّوْءِ كَحَا مِلِ الْمِسْكِ وَنَا فِخِ الْكِيْرِ
“Sesungguhnya perumpamaan bergaul dengan teman shalih dan teman nakal adalah seperti berteman dengan pembawa minyak kesturi dan peniup api.”

Maksud teman disini adalah teman akrab sehari-hari sehingga terjadi interaktif antara dua belah pihak. Dalam hadis diatas diungkapkan dengan kata  al-Jalis artinya teman duduk dimaksudkan lebih umum bukan teman dalam duduk saja tetapi dalam segala hal, baik teman duduk, maupun berdiri, teman se-iya atau sekata atau teman akrab. Berbeda dengan teman sekedar atau sesaat dalam suatu tempat atau teman yang menjadi sasaran tujuan misalnya bergaul dengan anak nakal ada tujuan agar bisa merubah sikapnya menjadi baik.
Sebagian ulama mengartikan kata”al-Jalis” dengan teman mujalasah duduk berbincang-bincang. Hadis diatas menganjurkan untuk duduk bersama berbincang-bincang yang baik seperti majlis zikir, majlis ilmu, dan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Sebaliknya jauhilah duduk bersama teman yang berbincang-bincang tentang hal-hal yang tidak baik atau yang tidak ada manfaatnya seperti bergunjing, berdusta, omong porno dan sebagainya. Dalam menggambarkan bagaimana pengaruh teman, Rasul Saw. Membuat perumpamaan yang mudah dicerna dan dipahami oleh akal manusia biasa.
Ada beberapa titik temu atau persamaan antara beberapa sifat yang dijadikan perumpamaan Rasul dalam hadis :
a.       Persamaan teman baik dengan pembawa minyak kasturi
Persamaan kedua hal tersebut dijelaskan Nabi pada teks Hadis berikutnya secara terperinci yakni ada tiga hal :
1)      Memberi minyak wangi
فَحَا مِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِ يَكَ
“Pembawa minyak kesturi itu adakalanya memberi minyak kepadamu”.
Ada tiga kemungkinan jika kita berteman dengan pembawa minyak misik atau minyak kesturi. Pertama, pembawa minyak itu adakalanya memberi minyak kepada kita secara gratis sekalipun banyak diolesi satu kali olesan atau satu kali semprotan dengan parfum. Maknanya, dengan berteman sama orang shaleh kita akan mendapat pemberian rahmat atau manfaat dari Allah SWT. Dan mendapat contoh serta keteladanan yang baik dari orang saleh itu.
2)      Membeli minyak wangi
وَإِمَّا أَنْ تَبْتَا عَ مِنْهُ
“Atau adakalanya kamu membeli daripadanya”
Alternatif kedua, jika kita tertarik dengan minyak wangi teman yang harum itu sementara kita punya uang, pasti kita mau membeli minyak itu. Maknanya, teman saleh itu mengajarkan kebaikan kepada kita dan kita pun belajar daripadanya, teman saleh itu selalu memberi nasehat, arahan, bimbingan, dan pembinaan kepada kita. Teman saleh itu selalu mengajak kebaikan dan mencegah kejahatan, apabila melihat sesuatu yang tidak benar pada temannya diluruskan dan apa bila melihat temannya sedang menghadapi kesulitan dibantu dan sebagainya.
3)      Ikut mencium keharuman minyak
وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً
“Dan adakalanya kamu mendapatkan bau harum darinya”
Alternatif ketiga, kita mendapat bau harum dari teman pembawa minyak. Maknanya, seseorang yang berteman dengan orang saleh, citranya terangkat menjadi harum atau terbawa harum sebab persahabatan yang baik itu. Seseorang yang bersahabat dengan orang yang saleh dinilai baik atau saleh oleh masyarakat sekitarnya dan dihormati sebagaimana layaknya orang saleh.
b.      Persamaan teman nakal dengan peniup api
Ada dua persamaan sifat antara teman buruk dengan peniup api, yaitu:
1)      Membakar pakaian
وَ نَا فِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَا بَكَ
“Dan peniup api itu adakalanya ia membakar kain bajumu”
Teman nakal itu akan membakar kamu sebagaimana tukang las yang memercikan api ke lingkungan sekitarnya, baju dan celananya berlubang-lubang karena percikannya. Orang yang bersahabat dengan teman nakal akan terbakar kepribadiannya dan rusak akhlaknya. Banyak orang yang semula baik kepribadiannya, tetapi kemudian rusak karena pergaulan dengan teman yang tidak baik. Berapa banyak anak yang semula datang dari desa berkepribadian polos dan jujur mungkin karena pendidikan dalam keluarganya baik dan belajar disekolah yang baik pula. Tetapi setelah keluar ke kota pergaulan anak tersebut menjadi bebas, anak-anak nakal ditemani tanpa selektif, peminum, pemabuk, dan lain-lain yang berakibat hancurnya akhalak anak tersebut.
2)      Mencium bau busuk
وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا مُنْتِنَةً
“Dan adakalanya kamu mendapatkan bau busuk daripadanya”.
Akibat kedua, adakalanya citra seseorang yang berteman dengan teman yang nakal menjadi busuk dan hancur. Seperti halnya ketika seorang penjahat ditangkap polisi, teman-teman dekatnya pun diciduk polisi karena dianggap mempunyai andil yang sama. Demikian juga status sosialnya, orang itu dinilai rendah tidak berharga di tengah-tengah masyarakat sekalipun sebenarnya dia orang baik.
Pengaruh teman memang sangat besar dalam membentuk kepribadian seorang anak didik baik dan buruknya, lingkungan masyarakat di sekitarnya sangat berpotensi dalam mempengaruhi pembentukan kepribadian anak. Al-Zurnujiy memberi bimbingan kepada para pelajar agar memilih teman yang tekun belajar, memelihara hukum (wara’), berkarakter yang baik dan cerdas. Pelajar hendaknya menjauhi teman pemalas, penganggur, banyak bicara sedikit kerja, perusak dan pemfitnah. Pengaruh tersebut bukan saja dalam membentuk kepribadian akan tetapi juga berpengaruh dalam penilaian masyarakat untuk menentukan status seseorang. Status seseorang bisa dinilai baik atau buruk karena teman dekatnya, sekalipun status sesungguhnya berlawanan dengan penilaian mereka. Penilaian seseorang yang didasarkan pada teman dekatnya tidak salah karena pada umumnya kepribadian teman mempunyai pengaruh menjalar dan menular kepada sesame teman dekatnya. Hal ini juga dikatakan ‘Adiy bin Zayd al-‘Ibadiy dalam kitabnya Diwan al-Ma’aniy (1/124) dan juga disebutkan oleh al-Zurnujiy dlam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim :

عَنِ الْمَرْءِ لاَ تَسْأَ لْ وَ أَبْصِرْ قَرِ يْنَهُ # فَإِ نَّ الْقَرِ يْنَ بِا لْمُقَا رَنِ مُقْتَدِي
Tentang (kepribadian) seseorang janganlah engkau tanyakan dan lihatlah siapa temannya.Sesungguhnya teman dengan persahabatannya itu pasti mengikuti
Teman memang mempunyai pengaruh yang besar yang dapat membantu kesuksesan para pengajar dalam mencapai suatu tujuan dalam pendidikan. Teman yang baik selalu dibutuhkan siapapun yang menghendaki kebaikan dalam kehidupannya baik dlam urusan duniawi maupun ukhrawi. Abdullah Nashih Ulawan memberikan kriteria teman saleh yang baik tidak cukup sekedar terdidik, cerdas, dan pandai. Akan tetapi teman yang baik adalah yang dapat mengkompromikan dengan sifat-sifat keutamaan saleh, takwa, berpikiran matang atau dewasa, peka terhadap problematika sosial  dan paham islam secara benar.
4.      Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis
a.       Anjuran berteman dengan orang atau anak yang berkepribadian saleh, baik dalam agama maupun dalam urusan dunia.
b.      Larangan berteman dengan orang yang berkepribadian buruk.
c.       Persahabatan mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan, baik dan buruknya kepribadian seseorang di antaranya ditentukan oleh teman-teman yang ada disekelilingnya.
d.      Anjuran kepada pendidik, pengajar, guru, orang tua dan yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak agar memilihkan teman-teman yang baik buat anak didiknya.
e.       Berhati-hatilah dalam memilih teman karena penilaian masyarakat terhadap kepribadian seseorang umumnya tergantung dari dengan siapa ia berteman.



DAFTAR PUSTAKA
Ibnu hajar al-Asqolani, al-Imam al-Hafizh, Fathul Baari Syarah Shahih al-Bukhari,diterjemahkan oleh Ghazirah Abdi Ummah, Fathul Baari jus 1, Jakarta, Pustaka Azzam, 2003.
Khon, Abdul Majid. Hadis Tarbawi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012.
M. Fuad Abdul Baqi, al-Lu’lu wal Marjan, diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy, al-Lu’lu wal Marjan jus 2, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 2003.
Muhammad, Abubakar. Hadis Tarbiyah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah tentang: BAIK DAN BURUK

LANDASAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI DALAM PENDIDIKAN

Makalah tentang Rabi'ah al-Adawiyah