Pendidikan Remaja

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan hidup keberagamaan seorang berkembang sejalan dengan berkembangnya fungsi-fungsi kejiwaannya yang bersifat total yakni berkembang melamui pengamatan, pikiran, perasaan, kemauan, ingatan, dan nafsu. Perkembangan tersebut dapat cepat atau lambat bergantung pada sejauh mana faktor-faktor pendidikan dapat difungsikan dan digunakan sebaik mungkin.
Salah satu pembahasan dalam Ilmu Pendidikan Islam adalah pendidikan pada masa remaja atau yang lebih dikenal dengan istilah Pereodesasi Pendidikan Islam pada Masa Remaja. Dalam makalah ini kami akan mencoba menjelaskan beberapa hal yang bekenaan dengan hal tersebut yaitu: pengertian masa remaja, ciri-ciri remaja, perkembangan jiwa dan rasa beragama pada remaja, motivasi remaja dalam beragama, sikap dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan pada remaja, dan pendidikan remaja.

B.     Rumusan masalah
1.      Apakah pengertian masa remaja ?
2.      Apa sajakah ciri-ciri masa remaja itu?
3.      Bagaimanakah perkembangan jiwa dan rasa beragama pada remaja?
4.      Apa sajakah yang memotivasi remaja untuk beragama?
5.      Sikap dan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi keberagamaan pada remaja?
6.      Pendidikan seperti apakah dalam mendidik remaja?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Masa Remaja
Remaja menurut pandangan Piaget mengatakan bahwa :
Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang tua melainkan berada dalam tingkata yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk perubahan yang mencolok. Tranformasi intelektual yang khas dari cara berfikir dari remaja ini untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataanya merupakan ciri yang umum dari periode perkembangan ini.
Pendapat senada juga dikemukakan Zakiah Daradjat antara lain bahwa masa remaja adalah masa peralihan diantara masa anak-anak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka bukan anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berfikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.34 Masa ini mulai kira-kira umur 21 tahun.
Sementara itu, WHO mendenfikasikan remaja sebagai berikut: pertama, individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksualnya; kedua, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; dan ketiga, terjadilah peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relartif lebih mandiri. [1]
Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-imu lain yang terkait (seperti biologi dan ilmu faal) remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik di mana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangan secara anatomois berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna dan secara faali alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna juga.
Jika menentukan titik awal dari masa remaja sudah cukup sulit, menentukan titik akhirnya lebih sulit lagi, karena “remaja” dalam arti yang luas jauh lebih besar jangkauannya daripada masa puber itu sendiri. Remaja dalam arti adolescence (inggris) berasal dari kata lain adolescence yang artinya tumbuh ke arah kematangan.
Mendifinisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan definisi remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat dan tingkatan sosial-ekonomi maupan pendidikan.[2] 

B.     Ciri-Ciri Masa Remaja
Seperti halnya dengan periode yang penting dalam rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakanya dengan periode sebelim dan sesudahnya. Para ahli pendidikan dan psikologi banyak memberikan ganbaran tentang ciri-ciri masa remaja tersebut. Para ahli berpendapat bahwa ada sejumlah ciri remaja yang diidentifikasi dalam kehidupannya.
Menurut Elizabet B. Hurlock mengemukakan ada delapan ciri,  yaitu:
1)      Masa Remaja sebagai Periode Penting
Masa ini dianggap penting karena ada beberapa hal yang dapat dijadikan indicator, misalnya: pertama; karena pada masa ini akibatnya langsung berpengaruh pada sikap dan prilaku itu sendiri, kedua; kondisi ini berakibat jangka panjang, ketiga; berkaitan dengan perubahan fisik yang sangat cepat, dan keempat; berkaitan dengan akibat psikologis.
2)      Masa Remaja sebagai Periode Peralihan
Yang dimaksud dengan masa remaja sebagai periode peralihan adalah beralihnya remaja dari masa kanak-kanak dengan segala macam prilakunya, ke masa dewasa disertai dengan kesiapan untuk mempelajari sikap dan prilaku orang dewasa itu sendiri.
3)      Masa Remaja sebagai Periode Perubahan
Adanya perubahan sikap dan prilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat pertumbuhan fisik. Ketika perubahan fisik berlangsung cepat, maka perubahan sikap dan prilakupun berlangsung cepat, demikian juga sebaliknya. Inilah yang dimaksud dengan masa remaja merupakan periode perubahan.
4)      Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah
Masalah remaja sering menjadi persoalan yang sulit dipecahkan, baik oleh anak laki-laki ataupun anak perempuan. Dalam hal ini ada dua alasan, mengapa para remaja sangat sulit untuk menyelesaikan masalahnya.
5)      Masa remaja sebagai Masa Mecari Identitas
Pada tahun pertama awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal seperti periode sebelumnya.
6)      Masa Remaja sebagai Usia yang menimbulkan Ketakutan
Ada anggapan yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa di mana mereka merupakan anak yang tidak rapih, tidak dapat dipercaya, cenderung merusak, dan berprilaku merusak, yang menyebabkan orang dewasa berkewajiban untuk membimbing dan mengawasi mereka.
7)      Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik
Remaja memang memiliki karakteristik yang cenderung memandang kehidupan dirinya dan orang lain sesuia dengan keinginanya, bukan apa adanya seperti yang mereka lihat. Cita-cita yang realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarganya dan teman-teman, menyebabkan meningginya emosi.
8)      Masa Remaja sebagai Ambang Dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Ternyata, berpakaian dan berprilaku seperti orang dewasa belum cukup mengukuhkan dirinya menjadi orang dewasa.
Senada dengan pendapat di atas, Zakiah Daradjat, mengemukakan bahwa remaja memikili ciri-ciri, antara lain: pertumbuhan jasmani cepat, pertumbuhan emosi, pertumbuhan mental dan pertumbuhan pribadi sosial.37 Sedangkan menurut Soerjono Soekamto di samping ciri-ciri tersebut, ia menambahkan, yaitu: bahwa remaja menginginkan kepercayaan dari kalangan dewasa, walaupun mengenai masalah tanggung jawab secara relative belum matang serta menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan dan keinginannya.
Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Andi Mappiare yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi, sebab dikatakan pubertas karena berada dalam peralihan antara masa kanak-kanak debgan masa remaja. Kedua, merupakan periode terjadinya perubahan yang sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya kea rah bentuk tubuh orang dewasa.
Semetara itu, Hadari Nawawi mengemukakan bahwa remaja merupakan masa pubertas yang memiliki ciri-ciri, antara lain: ada kecenderungan masa bersifat introverts, kecenderungan untuk lepas dari ketergantungan kepada orang lain, adanya pertumbuhan biologis yang sangat cepat, pertumbuhan rasa sosial.
Demikian pula pendapat Umar Hasyim menyebutkan, antara lain: perasaan seksual semakin merangsang, kecenderungan mementingkan diri sendiri, cita-cita yang bergelora, berpikir kritis, masa penemuan diri, dan bias dikatakan masa ini masa transisi.
Sedangkan HM Arifin menyebutkan bahwa di samping ciri-ciri seperti yang dikemukakan para ahli di atas, ia menambahkan bahwa pada masa remaja ada kecenderungan meragukan kebenaran agama (ongeloef), walaupun sikap ini dianggap merupakan awal timbulnya keimanan yang sebenarnya (geloef).[3]
C.    Perkembangan Jiwa Dan Rasa Beragama pada Remaja
1.      Perkembangan Jiwa Remaja
Pada hakikatnya masa remaja yang utama adalah masa menemukan jati diri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru untuk jadi pribadi yang dewasa. Lebih jauh Elizabeth B. Hurlock menjelaskan bahwa masa remaja merupakan periode peralihan, sebagai usia bermasalah, masa mencari identitas, masa yang tidak realistic serta sebagai ambang masa depan.
Ahli mengatakan bahwa usia remaja adalah usia 13-19 tahun, sementara yang lain berpendapat bahwa rentang usia remaja dimulai pada usia 13-21 tahun. Namun yang pasti adalah permulaannya atau mulainya perubahan jasmani pada anak menjadi dewasa, kira-kira usia 12 atau 13 tahun.
Dalam bidang agama, para ahli psikolog menganggap bahwa kemantapan beragama biasanya tidak terjadi sebelum usia 24 tahun dari sini, rentangan masa remaja mungkin diperpanjang hingga 24 tahun.
Meski terdapat perbedaan, namun para ahli setuju bahwa masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak yang akan ditinggalkannya menjelang masa dewasa yang penuh tanggung jawab.
Dalam peta psikologi remaja terdapat 3 bagian:
a.       Fase pueral
Pada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak-anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak senang.
b.      Fase negative
Fase kedua ini berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu-ragu, murung, suka melamun, dan sebagainya.
c.       Fase pubertas
Masa ini yang dinamakan adolesen.
Secara umum masa remaja merupakan masa percobaan, penuh dengan kegelisahan dan kebingungan. Keadaan tersebut lebih disebabkan oleh perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat berlangsungnya, terutama hal fisik, perubahan dalam pergaulan social, perkembangan intelektual, adanya perhatian dan dorongan pada lawan jenis. Pada masa ini remaja juga mengalami permasalahan-permasalahan yang khas, seperti dorongan seksual, pekerjaan, hubungan dengan orang tua, pergaulan social, interaksi kebudayaan, emosi, pertumbuhan pribadi dan social, problema social, penggunaan waktu luang, keuangan, kesehatan, dan agama. Pada dasarnya remaja telah membawa potensi beragama sejak dilahirkan dan itu merupakan fitrahnya, yang menjadi masalah selanjutnya adalah bagaimana remaja mengembangkan potensi tersebut. [4]
2.      Perasaan Beragama pada Remaja
Menurut Rumke, perasaan ketuhanan baru tumbuh pada usia puber. Namun pendapat ini disanggah oleh Arnold Gessel yang berpendapat bahwa perasaan ketuhanan (beragama) telah muncul sejak usia dini, 0-12 tahun. Dan memang perasaan beragama pada remaja dapat dipengaruhi oleh perasaan beragama yang didapat dari masa sebelumnya dan lingkungan dimana ia tinggal. Dan yang lebih pentig adalah pengaruh perkembangan psikis dari remaja itu sendiri.
Perasaan remaja kepada tuhan bukanlah tetap, stabil akan tetapi adalah perasaan yang tergantung pada perubahan-perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah, misalnya kadang-kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam, ketika ia takut gagal atau mungkin merasa berdosa.
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya perasaan remaja dalam Bergama, khususnya terhadap tuhan, tidaklah tetap. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya kepada-Nya, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh bahkan menentang. Dan perasaan ambivelensi inilah ciri khas dari agamanya. [5]
Selain itu, Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa: Juvenilitas (Adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
            Sejalan dengan  perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja bayak berkaitan dengan faktor perkebangan tersebut.
            Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan jasmani dan rohaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.starbuck adalah:
a.       Pertumbuhan pikiran dan mental.
b.      Perkembangan perasaan.
c.       Pertimbangan sosial.
d.      Perkembangan moral.
e.       Sikap dan minat.
f.       Ibadah.[6]

D.    Motivasi Beragama pada Remaja
Motivasi beragama dapat diartikan sebagai usaha yang ada dalam diri manusia yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu tindak keagamaan dengan tujuan tertentu, atau usaha yang menyebabkan seseorang beragama.
Menurut Nico Syukur Dister ofm, motivasi beragama dibagi menjadi 4 motivasi, yaitu:
1.      Motivasi yang didorong oleh keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
2.      Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib.
3.      Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
4.      Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
Motivasi dalam diri remaja adalah adalah bermacam-macam dan banyak yang bersifat personal. Adakalanya didorong oleh kebutuhannya akan Tuhan sebagai pengendali emosional, adakalanya karena takut perasaan bersala (dosa), karena didorong teman-temannya dimana ia berkelompok.[7]
E.     Sikap dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan pada remaja
1.      Sikap remaja dalam beragama
Terdapat 4 sikap remaja dalam beragama, yaitu;
a.       Percaya ikut-ikutan
Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dna lingkungannya. Namun demikian, ini biasanya terjadi hanya pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan pisiknya.
b.      percaya dengan kesadaran
Semangat agama tersebut mempunyai 2 bentuk, yaitu dalam bentuk positif dan dalam bentuk negative.
Semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal-hal yang tidak masuk akal. Kemudian semangat agama yang negative berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah-masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat, dan kepercayaan-kepercayaan lainnya.
c.       percaya, tetapi agak ragu-ragu
Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya, dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
·         keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
·         keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
d.      tidak percaya atau cenderung pada ateis
Perkembangan kearah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kelaziman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tentang terhadap kekuasaan orang tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apapun, termasuk kekuasaan Tuhan.
2.      Faktor-Faktor Keberagamaan Pada Remaja
Robert H. thouless mengemukakan 4 fator keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok utama, yaitu:
a.       pengaruh-pengaruh sosial
b.      berbagai pengalaman
c.       kebutuhan, dan
d.      proses pemikiran[8]

F.     Pendidikan Remaja
Pendidikan Agama yang diberikan di lingkungan sekolah bagi remaja adalah tidak hanya menyangkut proses belaja-mengajar  yang langsung melalui didalam kelas melalaui intelegensia  (kecerdasan otak), tetapi juga menyangkut proses internalisasi  nilai-nilai agama melalui kognisi., konasi dan emosi, baik didalam maupun diluar kelas. Yang terakhir ini lebih banyak diproses melaui interaksiantara guru sebagai norma drager pada khususnya dan pada teman-teaman sebayanyadengan mereka yang berlangsung secara kontinu. Dalam proses ini faktor minat (motivasi) memegang peranan poenting karena ia merupakan jembatan komunikatif bagi kelangsungan proses interaksi pedeagogis tersebut.
     Pengaruh pendidikan agama di sekolah di kalangan remaja baru dapat terbentuk bila guru yang bersangkutan memiliki personalitas yang bulat dan utuh dengan keyakinan penuh terhadap kebenaran agama yang diajarkan, berwibawa, terampil dalam menerapkan metode , yang sesuai dengan tingkat usiadan kebutuhan remaja, disamping lingkungan motivasional yang tersedia harus benar-benar dapat memerikan doronga positif kepoada berkembangnya penghayatan terhadap ajaran agama. [9]
Perkembangan agama pada umur ini amat penting. Apabila merela telah memahami ajaran agamanya dan telah terbiasa berdo’a dan melakukan ibadah, serta menerapkan ketentuan agama dalam kehidupan sehari-hari, sebelum memasuki umur remaja, maka masalah pembinaan akhlak lebih mudah, karena mereka telah terlatih memahami perintah agama dam menghentikan larangannya.
Setelah awal masa remaja berlalu anak memasuki masa pubertas. Pada masa ini tampak kecenderunga anak remaja kembali pada sikap introverts. Karena anak merasa dirinya telah dewasa, hal ini sering mempersulit upaya memberikan bimbingan dan petunju kepada mereka. Untuk itulah sangat diperlukan langkah-langkah yang bijaksana dari orang dewasa dalam melakukan pendekatan para remaja.
Najib khalil al-amin, menyebutkan bahwa dalam mendidik anak remaja harus mengambil mengambil sikap sebagai berikut:
1.      Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka yang sedang puber dengan melakukan pengamatan.
2.      Mengarahkan mereka untuk selalu pergi ke Masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah, dan andil yang potensial oleh lingkungan rabbaniah
3.      Menanamkan rasa percaya diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.
4.      Menyarankan agar menjalani persahabatan dengan teman-teman yang baik.
5.      Mengembangkan potensi mereka disemua bidang yang bermanfaat.
6.      Menganjurkan mereka untuk berpuasa sunnt karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebrobrokan moral.
7.      Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.[10]


BAB III
KESIMPULAN
            Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang tua melainkan berada dalam tingkata yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak
Menurut Elizabet B. Hurlock mengemukakan ada delapan ciri, masa remaja yaitu:
1. Masa remaja sebagai usia bermasalah
2. Masa remaja sebagai masa mecari identitas
3. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
4. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
5. Masa remaja sebagai ambang dewasa
Ada 3 fase perkembangan jiwa remaja yaitu:
a.       Fase pueral
b.      Fase negative
c.       Fase pubertas
Menurut Nico Syukur Dister ofm, motivasi beragama pada remaja dibagi menjadi 4 motivasi, yaitu:
1.      Motivasi yang didorong oleh keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
2.      Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib.
3.      Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
4.      Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
Terdapat 4 sikap remaja dalam beragama, yaitu;
a.       Percaya ikut-ikutan
b.      Percaya dengan kesadaran
c.       Percaya, tetapi agak ragu-ragu
d.      Tidak percaya atau cenderung pada ateis

Robert H. thouless mengemukakan 4 fator keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok utama, yaitu:
a.       Pengaruh-pengaruh sosial
b.      Berbagai pengalaman
c.       Kebutuhan, dan
d.      Proses pemikiran

Najib khalil al-amin, menyebutkan bahwa dalam mendidik anak remaja harus mengambil mengambil sikap sebagai berikut:
a.       Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka yang sedang puber dengan melakukan pengamatan.
b.      Mengarahkan mereka untuk selalu pergi ke Masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah, dan andil yang potensial oleh lingkungan rabbaniah
c.       Menanamkan rasa percaya diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.
d.      Menyarankan agar menjalani persahabatan dengan teman-teman yang baik.
e.       Mengembangkan potensi mereka disemua bidang yang bermanfaat.
f.       Menganjurkan mereka untuk berpuasa sunnt karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebrobrokan moral.
g.      Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.
DAFTAR PUSTAKA
A.Tafsir, dkk. 2004. Cakrawala Pemikiran pendidikan Islam. Bandung: Mimbar Pustaka.
Jalaluddin. 2002. Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
Arifin, M.. 1993. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta: Bumi Aksara.
Ramayulis. 2004. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Wirawan Sarwono, Sarlito. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: RajaGrafindo Persada.



[1] A.Tafsir. dkk, Cakrawala Pemikiran pendidikan Islam. Bandung: Mimbar Pustaka, 2004, Hlm. 315
[2]  Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja. Jakarta:  RajaGrafindo Persada, 2003, Hlm.  4
[3] A.Tafsir. dkk, Cakrawala Pemikiran pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004,Hlm. 315-319
[4] Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004, cet. ke-1, h.63
[5] Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, cet. ke-1, hlm. 68
[6] Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002, hlm 74-77
[7] Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, cet. ke-1, hlm.72
[8] Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, cet. ke-1, hlm.79
[9] M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta: Bumi Aksara, 1993, Hlm 215-216
[10] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004, hlm 271-273

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah tentang: BAIK DAN BURUK

LANDASAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI DALAM PENDIDIKAN

Makalah tentang Rabi'ah al-Adawiyah