Pembelajaran Inquiry
A. Pengertian Pembelajaran Inquiry
Inkuiri yang dalam bahasa inggris inquiry,
berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan.Sund, seperti yang dikutip
oleh Suryo subroto (1993: 193), menyatakan bahwa dicovery merupakan bagian dari
inquiri, atau inkuiri merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih
mendalam. Gulo (2002) menyatakan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh rasa percaya diri.
Menurut Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Inkuiri adalah rangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analitis, untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan.
Menurut Isjoni, inkuiri merupakan suatau
strategi atau cara yang digunakan guru untuk mengajar di depan kelas. Adapun
pelaksanaannya dengan[1]:
1. guru membagi tugas meneliti suatu masalah
ke kelas,
2. siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan
masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan,
3. kemudian mereka mempelajari, meneliti atau
membahas tugasnya di dalam kelompok,
4. setelah hasil kerja mereka dalam kelompok
didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik,
5. hasil laporan kerja kelompok kemudian
dilaporkan ke sidang pleno, dan terjadilah diskusi secara luas.
Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses
berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan
siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang
berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.
Strategi pembelajaran inkuiri (SPI)
berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki
dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang
keadaan alam disekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia.
Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui
indra pengecapan, pendengaran, penglihatan, dan indra-indra lainnya. Hingga
dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang dengan menggunakan
otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna
(meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Dalam rangka itulah
strategi inkuiri dikembangkan.[2]
Pendekatan ini menganggap bahwa siswa
sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunya kemampuan-kemampuan dasar
untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa
untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebig banyak menepatkan diri
sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar. Dengan
demikian, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok
memecahakan masalah dengan bimbingan guru.
Pendekatan “Inquiry” merupakan pendekatan
mengajar yang berusaha meletakan dasar dan mengembangkan cara berfikir ilmiah.
Pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan
kreatifitas dalam pemecahan masalah. Siswa betul-betul ditempatkan sebagai
subjek yang belajar. Peranan guru dalam pendekatan “inquiry” adalah pembimbing
belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang
perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri. Tugas
berikutnya dari guru adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka
pemecahan masalah. Sudah barang tentu bimbingan dan pengawasan dari guru masih
tetap diperlukan, namun campur tangan atau intervensi terhadap kegiatan siswa
dalam pemecahan masalah dalam pemecahan masalah, harus dikurangi.
Pendekatan inquiry dalam mengajar termasuk
pendekatan modern, yang sangat didambakan untuk dilaksanakan di setiap sekolah.
Adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan kultur bisu, tidak akan terjadi
apabila pendekatan ini digunakan.[3]
B. Konsep dan Ciri Pembelajaran Inquiry
Pendekatan inquiry dalam mengajar termasuk
pendekatan modern, yang sangat didambakan untuk dilaksanakan di setiap sekolah.
Adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan kultur bisu, tidak akan terjadi
apabila pendekatan ini digunakan.
Ada lima tahapan yang ditempuh dalam
melaksanakan pendekatan inquiry/ discovery yakni: (a) perumusan masalah untuk
dipecahkan siswa, (b) menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan
istilah hipotesis, (c) siswa mencari informasi, data fakta yang diperlukan
untuk menjawab permasalahan/ hipotesis, (d) menarik kesimpulan jawaban atau
generalisasi, dan (e) mengaplikasikan kesimpulan/ generalisasi dalam situasi
baru. [4]
Strategi pembelajaran inquiry akan efetif
manakala:
1. Guru mengharapkan siswa dapat mengemukakan
sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin di pecahkan. Dengan demikian
dalam strategi inquiry penguasaan materi pelajaran bukan sebagai tujuan utama
pembelajaran, akan tetapi yang lebih di pentingkan adalah proses belajar.
2. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan
tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah
kesimpulan yang perlu pembuktian.
3. Jika proses pembelajaran berangkat dari
rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
4. Jika guru akan mengajar pada sekelompok
siswaayang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berfikir. Strategi inquiry
akan berhasil di terapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk
berfikir.
5. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu
banyak sehingga bisa di kendalikan oleh guru.
6. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk
menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama
strategi pembelajaran inkuiri.
Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada
aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri
menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa
tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara
verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi
pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan
siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang
dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self
belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan
sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar
siswa.
Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan
melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru
dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan
inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi
pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis,
logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari
proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak
hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka
dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai
pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal;
namun sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala
ia bisa menguasai materi pelajaran.
Seperti yang dapat disimak dari proses
pembelajaran, tujuan utama pembelajaran melalai strategi inkuiri adalah
menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan
berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas
dasar rasa ingin tahu mereka.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan
bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student
centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang
peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.[5]
C. Tingkatan-tingkatan inquiry
Berdasarkan
komponen-komponen dalam proses inquiry yang meliputi topik masalah, sumber
masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan
dan analisis data serta pengambilan kesimpulan. Bonnstetter membedakan inquiry
menjadi lima tingkatan yaitu: praktikum (tradisional hands-on), pengalaman
sains terstruktur (structured science experiences), inquiry terbimbing (guided
inquiry), inquiry siswa mandiri (student directed inquiry), dan penelitian
siswa (student risearch). Klasifikasi inquiry menurut Bonnstetter didasarkan
pada tingkat kesederhanaan kagiatan siswa dan dinyatakan sebaiknya penerapan
inquir merupakan suatu kontinum yaitu di mulai dari
yang paling sederhana terlebih dahulu. Sekarang lima tingkatan dalam inquiry
akan di bahas lebih detil.[6]
1.
Tradisional Hands-on
Praktikum (Tradisional Hands-on) adalah tipe
inquiry yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh
keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus di temukan siswa dalam
bentuk buku petunjuk yang lengkap.
2.
Pengalaman Sains yang terstruktur
Tipe inquiry berikutnya adalah pengalaman sains
terstruktur (structured science experiences), yaitu kegiatan inkuiry di mana
guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil
dan kesimpulan di lakukan oleh siswa.
3.
Inkuiri terbimbing (Guided Inkuiry) dimana
siswa di beri kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil
dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik,
pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.
4.
Inkuiry Siswa Mandiri
Inkuiry siswa mandiri (Student directed
inquiry) dapat di katakan sebagai inkuiry penuh karena pada tingkatan ini siswa
bertanggung jawab secara penuh terhadap
proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan
topik dan pengembangan pertanyaan.
5. Tipe inquiry
yang paling kompleks ialah: Penelitian Siswa (Student Research) dalam inquiry
tipe ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan
penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen inquiry
menjadi tanggung jawab siswa.
D. Prosedur Pembelajaran Inquiry
Secara umum, prosedur pembelajaran
dilakukan melalui 3 tahapan yaitu:
1. Kegiatan pendahuluan
2. Kegiatan inti
3. Kegiatan akhir dan tindak lanjut
Udin S. winataputra, dkk. (2003)
mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan pendahuluan yaitu:
1. Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran meliputi: membina keakraban, menciptakan
kesiapan belajar peserta didik dan menciptakan suasana belajar yang demikratis.
2. Appersepsi/Pre-Test meliputi: kegiatan mengajukan pertanyaan
yang berhubungan dengan materi sebelumnya, memberikan komentar atas jawaban
yang diberikan peserta didik dan membangkitkan motivasi dan perhatian peserta
didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Sementara itu, Depdiknas (2003)
mengemukakan bahwa dalam kegiatan pendahuluan perlu dilakukan pemanasan dan
apersepsi, di dalamnya ditegaskan:
1. Bahwa pelajaran dimulai dengan hal-hal yang
diketahui dan dipahami peserta didik;
2. Motivasi peserta didik ditumbuhkan dengan
bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik; dan
3. Peserta didik didorong agar tertarik untuk
mengetahui hal-hal yang baru.
Udin S. Winaputra, dkk (2003) mengemukakan
hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan inti yaitu:
1. Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai baik
secara lisan maupun tulisan.
2. Menyampaikan alternatif kegiatan belajar
yang akan ditempuh
3. Membahas materi
Depdiknas (2003) membagi kegiatan inti ke
dalam tiga tahap kegiatan yaitu: (1) eksplorasi, (2) konsolidasi pembelajaran dan
(3) pembentukan sikap dan perilaku.
Ketiganya dijabarkan sebagai berikut:
1. Kegiatan ekspolarasi merupakan usaha
memperoleh atau mencari informasi baru. Yang perlu diperhatikan dalam
ekspolarasi, yaitu:
a. Memperkenalkan materi/keterampilan baru
b. Mengaitkan materi dengan pengetahuan yang
sudah ada pada peserta didik
c. Mencari metodologi yang paling tepat dalam
meningkatkan penerimaan peserta didik akan materi baru tersebut.
2. Konsoludasi merupakan negosiasi dalam
rangka mencapai pengetahuan baru. Dalam kegiatan konsolidasi pembelajaran yang
perlu diperhatikan adalah:
a. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam
menafsirkan dan memahami materi ajar baru;
b. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam
pemecahan masalah;
c. Meletakkan penekanan pada kaitan
struktural, yaitu kaitan antara materi pelajaran yang baru dengan berbagai
aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan; dan
d. Mencari metodologi yang paling tepat
sehingga materi ajar dapat terproses menjadi bagian dan pengetahuan peserta
didik.
3. Pembentukan sikap dan perilaku merupakan
pemrosesan pengetahuan menjadi nilai, sikap dan perilaku. Yang perlu
diperhatikan dalam pembentukan sikap dan perilaku, yaitu:
a. Peserta didik didorong untuk menerapkan
konsep atau pengertian yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-sehari.
b. Peserta didik membangiun sikap dan perilaku
baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari; dan
c. Cari metodologi yang paling tepat agar
terjadi perubahan sikap dan perilaku peserta didik.
Udin S. Winaputra, dkk (2003) mengemukakan hal-hal
yang dilakukan dalam kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran, yaitu:
1. Penilaian akhir
2. Analisis hasil penilaian akhir
3. Tindak lanjut
4. Mengemukakan topik yang akan dibahas pada
waktu yang akan datang; dan
5. Menutup kegiatan pembelajaran.
Mulyasa (2003) mengemukakan dua kegiatan
pokok pada akhir pembelajaran, yaitu:
1. Pemberian tugas dan
2. Post test
Deodiknas (2003) mengemukakan dalam
kegiatan akhir perlu dilakukan penilaian formatif, dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
1. Mengembangkan cara untuk menilai hasil
pembelajaran peserta didik;
2. Menggunakan hasil penilaian tersebut untuk
melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang
dihadapi guru; dan
3. Mencari metodologi yang paling tepat yang
sesuai tujuan yang ingin dicapai.[7]
E. Teknik Meningkatkan Pembelajaran Inquiry
1. membimbing kegiatan laboratorium.
Guru menyediakan petunjuk yang cukup luas
kepada siswa, dan sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Di mana siswa
melakukan kegiatan percobaan/penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep atau
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan guru.
2. modifikasi inquiry.
Dalam hal ini guru hanya menyediakan
masalah-masalah, dan menyediakan bahan/alat yang diperlukan untuk memecahkan
masalah secara perseorangan maupun kelompok. Bantuan yang diberikan harus
berupa pertanyaan-pertanyaan, yang memungkinkan siswa dapat berpikir dan
menemukan cara-cara penelitian yang tepat.
3. Kebebasan inquiry.
Setelah siswa mempelajari dan mengerti
tentang bagaimana memecahkan suatu problema dan memperoleh pengetahuan cukup
tentang mata pelajaran tertentu; serta telah melakukan “modifikasi inquiry”,
maka siswa telah siap untuk melakukan kegiatan kebebasan inquiry. Di mana guru
dapat mengundang siswa untuk melibatkan diri dalam kegiatan “kebebasan
inquiry”, dari siswa dapat mengidentifikasi dan merumuskan macam-macam masalah
yang akan dipelajari.
4. inquiry pendekatan peranan.
Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan
masalah, yang cara-caranya serupa dengan cara-cara yang biasanya diikuti oleh
para “ilmiawan.” Suatu undangan memberikan suatu masalah kepada siswa, dan
dengan pertanyaan yang telah direncanakan dengan teliti, mengndang siswa untuk
melakukan beberapa kegiatan seperti: merancang eksperimen, merumuskan hipotesa,
menetapkan pengawasan dan seterusnya.
5. mengundang ke dalam inquiry.
Merupakan kegiatan proses belajar yang
melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing terdiri dari 4 anggota untuk
memecahkan masalah, masing-masing anggota diberi tugas suatu peranan yang
berbeda-beda seperti: koordinator tim, penasihat teknis, merekam data, proses
penilaian. Anggota tim menggambarkan peranan-peranan di atas, bekerjasama untuk
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan topik yang akan dipelajari.
6. teka nteki brgambar
Keenam adalah salah satu teknik untuk
mengembangkan motivasi dan perhatian siswa di dalam diskusi kelompok
kecil/besar. Gambar, peragaan atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan
untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa.
7. synectics lesson
Pendekatan ini untuk menstimulir
bakat-bakat kreatif siswa. Misalnya science dan ilmu sastra lebih lanjut
dikatakan bahwa emosi, efektif, dan komponen-komponen arasional kreatif pada
permulaannya adalah lebih penting dibandingkan dengan pikiran-pikiran rasional.
Pada dasarnya “syanectics” memusatkan kepada keterlibatan siswa untuk membuat
berbagai macam bentuk kiasan agar supaya dapat membuka inteligensinya dan
mengembangkan daya kreativitasnya. Hal itu dapat dilaksanakan karena “kiasan”
dapat membantu dalam melepaskan “ikatan struktur mental” yang melekat kuat
dalam memandang suatu masalah sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide
kreatif.
8. kejelasan nilai-nilai.
Perlu diadakan evaluasi lebih lanjut
tentang keuntungan-keuntungan pendekatan ini, terutama yang menyangkut sikap,
nilai-nilai dan pembentukan “self-concept” siswa. Ternyata dengan teknik
inquiry siswa melakukan tugas-tugas kognitif lebih baik.
Agar teknik ini dapat dilaksanakan dengan
baik memerlukan kondis-kondis sebagai berikut:
a. Kondisi yang fleksibel, bebas untuk
berinteraksi.
b. Kondisi lingkungan yang responsif.
c. Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian.
d. Kondisi yang bebas dari tekanan.
Dalam teknik
inquiry guru berperan untuk:
a. Menstimulir dan menantang siswa untuk
berpikir.
b. Memberikan fleksibilitas atau kebebasan
untuk berinisiatif dan bertindak.
c. Memberikan dukungan untuk “inquiry”.
d. Menentukan diagnosa kesulitan-kesulitan
siswa dan membantu mengatasinya.
e. Mengidentifikasi dan menggunakan “teach
able moment” sebaik-baiknya.
Hal-hal yang perlu distimulir dalam proses belajar
melalui “inquiry”.
a. Otonomi siswa.
b. Kebebasan dan dukungan pada siswa.
c. Sikap keterbukaan.
d. Percya kepada diri sendiri dan kesadaran
akan harga diri.
e. Self-concept.
f. Pengalaman inquiry, terlibat dalam
masalah-masalah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Ada lima tahapan yang ditempuh dalam
melaksanakan pendekatan inquiry/ discovery yakni: (a) perumusan masalah untuk
dipecahkan siswa, (b) menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan
istilah hipotesis, (c) siswa mencari informasi, data fakta yang diperlukan
untuk menjawab permasalahan/ hipotesis, (d) menarik kesimpulan jawaban atau
generalisasi, dan (e) mengaplikasikan kesimpulan/ generalisasi dalam situasi
baru.
B. Saran
Makalah ini mungkin sangat jauh dari kata
sempurna. Untuk itu penulis selalu mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
sekalian, agar menjadi masukan dan perbaikan bagi penulis sehingga kedepannya
makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sabri. 2005. “Strategi Belajar
Mengajar Micro Teaching”. Jakarta: Quantum Teaching.
Iif Khoiru Ahmadi dkk. 2011. Strategi
Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Mohammad Jauhar. 2011. Implementasi
Paikem dari Behavioristik sampai Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Roestiyah N. K. Strategi
Belajar Mengajar, Jakarta: Radar Jaya Offset.
Wina Sanjaya. 2011. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
[2] Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2011. Hlm. 196.
[3] Ahmad Sabri, “Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching”, (Jakarta:
Quantum Teaching, 2005), hlm. 11.
[5] Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2011. Hlm. 197.
[6] Mohammad
Jauhar, “Implementasi Paikem dari Behavioristik sampai Konstruktivistik”, (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2011) Hlm. 71-72
[7] Iif Khoiru Ahmadi dkk, “Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP”, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2011), hlm. 27-30
Komentar
Posting Komentar