PANDANGAN PARA ULAMA IMAM MAZHAB MENGENAI JUMLAH RAKAAT SHALAT TARAWIH
Kepada seluruh pembaca yang budiman, mohon ma'af apabila dalam artikel ini terdapar kesalahan, juga diharapkan kepada para pembaca sekalian harap teliti terlebih dahulu sebelum menjadikan artikel ini sebagai referensi sehingga meminimalisir kesalahan di lain hari.
Jika ada kritik dan saran silahkan sampaikan dengan baik pada kolom komentar di bagian bawah artikel ini.
Saya ucapkan terimakasih atas kunjungannya.
Terakhir saya ingin mengutip kata dari Syaidina Ali bin Abi Thalib yang artinya "Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan pernah melihat siapa yang mengatakan"
Wassalam.
Dan untuk mendapat file makalah ini dalam bentuk .doc silakan download di bawah ini:
A. Shalat
Tarawih dan Praktiknya di Masyarakat
Pada masyarakat umumnya sering kali terjadi
perdebatan dan perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat dalam melaksanakan
shalat tarawih. Hal ini sering kali terjadi disetiap tahunnya ketika memasuki
bulan ramadhan yang penuh berkah, ada yang berpendapat bahwa shalat sunnah
tarawih itu dikerjakan sebanyak 8 rakaat, ada juga yang mengatakan shalat
tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat, bahkan ada juga yang berpendapat bahwa
shalat tarawih itu dikerjakan sebanyak 36 rakaat. Perbedaan ini tentu tidak
akan menimbulkan masalah jika mampu disikapi secara dewasa oleh masyarakat
Islam yang berbeda pendapat tersebut, akan tetapi bisa saja menjadi masalah
yang sangat serius bila tidak ada kedewasaan dalam menyikapi masalah tersebut.
Oleh karena itu, perlu kiranya penulis untuk
menganalisis mengenai perbedaan pendapat tentang jumlah rakaat dalam
melakasanakan shalat tarawih ini. Dengan menyajikan berbagai pendapat dari para
ulama terdahulu, disertai dengan dalil penguatnya. Sehingga dengan hal ini
diharapakan dapat memberi pencerahan dan kedewasaan kepada seluruh masyarakat
Islam mengenai perbedaan jumlah rakaat dalam melaksanaan shalat tarawih.
B. Shalat
Tarawih dalam Islam
Shalat tarawih adalah shalat sunnah yang
khusus dilaksanakan hanya pada malam bulan Ramadhan, dinamakan tarawih karena
orang yang melaksanakan shalat sunnah di malam bulan ramadhan beristirahat
sejenak di antara dua kali salam atau setiap empat rakaat. Sebab dengan duduk
tersebut, mereka beristirahat karena lamanya berdiri. Dari situ kemudian,
setiap empat rakaat (dengan 2 salam) disebut tarwihah, dan semuanya disebut
tarawih. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-A’sqalaniy
dalam kitab Fath al-Bariy syarh al-Bukhariy :
“Shalat
jamaah yang dilaksanakan pada setiap bulan ramadhan dinamai tarawih karena para
sahabat pertama kali melaksanakannya, beristirahat pada setiap dua kali salah”
Shalat tarawih disebut juga shalat Qiyam
Ramadhan yaitu shalat yang bertujuan menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan.
Shalat tarawih merupakan salah satu ibadah yang utama dan efektif guna
mendekatkan diri kepada Allah. Imam Nawawi al-Dimasyqiy dijelaskan oleh
al-Hafiz Imam Ibn Hajar al-A’sqalaniy, sebagai berikut :
“Qiyam
Ramadhan dapat dilakukan dengan shalat apa saja termasuk shalat tarawih. Namun,
ini bukan berarti Qiyam Ramadhan hanya sebatas shalat Tarawih saja.”
Maksud
dari perkataaan Imam Ibn Hajar al-A’sqalaniy adalah shalat tarawih itu
merupakan bagian dari Qiyam Ramadhan.
Jumlah Rakaat Shalat tarawih menurut para
Ulama
Dalam buku “fiqih
sunnah 1” yang ditulis oleh Sayyid Sabiq, menjelaskan bahwa:
Para
perawi meriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw tidak mengerjakan
shalat malam lebih dari sebelas rakaat, baik di bulan ramadhan maupun selain
bulan ramadhan. Ibnu Khuzaimah meriwayatkan di dalam Shahih-nya dan Ibnu Hibban juga meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari jabir r.a. bahwa
Rasulullh saw. mengerjakan shalat bersama kaum muslim sebanyak delapan rakaat.
Kemudian kaum muslim menunggu beliau di malam berikutnya. Tetapi pada malam itu
beliau tidak datang. Abu Ya’la dan
Thabrani meriwayatkan dengan sanad hasan bahwa Jabir berkata, “Ubai bin Ka’ab
datang kepada Rasulullah saw., dan ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku mengalami
suatu hal di malam Ramadhan ini.
Beliau
bertanya, ‘Apa itu, wahai Ubai?’
Ubai
berkata, ‘kaum perempuan berkumpul dirumahku dan mereka berkata, ‘kami tidak
dapat membaca al-Qur’an. Bolehkah kami mengerjakan shalat dan bermakmum kepada
di belakangmu?’, lalu aku mengerjakan shalat bersama merka sebanyak delapan
rakaat. Kemudian aku mengerjakan shalat witir. Lalu Beliau mengangguk-angguk
seakan memberikan persetujuan dan tidak mengucapkan apa-apa.’”
Jumlah
rakaat ini lah yang disunnahkan dan diriwayatkan dari Nabi saw. tidak ada
riwayat yang shahih dari Nabi saw. selain riwayat-riwayat di atas. Ada riwayat
yang shahih bahwa pada masa khalifah Umar, Usman, dan Ali, kaum Muslim
mengerjakan shalat tarawih sebanya dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat
mayoritas fuqaha dari kalangan penganut mazhab hanafi dan hambali, juga
pendapat Daud azh-Zhahiri. Tirmidzi berkata, “mayoritas Ulama berpegang kepada
riwayat dari Umar, Ali, dan para sahabat Nabi saw. yang lain yang menjelaskan
bahwa shalat tarawih dikerjakan sebanyak dua puluh rakaat.” Ini adalah pendapat
Tsauri, Ibnu Mubarak, dan Syafi’i. Syafi’I berkata, “Aku mendapati kaum Muslim
di Mekkah mengerjakan shalat tarawih sebanyak dua puluh rakaat.”[1]
Sejalan
dengan pemaparan di atas, Syaikh Hasan Ayyub dalam bukunya yang berjudul “Fiqih Ibadah” juga menjelaskan mengenai
jumlah rakaat dalam shalat tarawih yaitu sebagai berikut:
Shalat
tarawih itu delapan rakaat selain witir. Sebagian ulama berpendapat shalat
tarawih itu dua puluh rakaat selaiin witir. Dan sebagian mereka berpendapat,
shalat tarawih itu lebih dari dua puluh dua rakaat. Sebagian besar ulama ahli
fiqh kemudian menyimpulkan bahwa kalau bacann al-Qur’an sedikit maka jumlah
rakaatnya sedikit dan kalau bacaannya al-Qur’an banyak maka jumlah rakaatnya
banyak. Yang telah ditetapkan dari Rasulullah saw. ialah bahwa sesungguhnya
beliau tidak pernah mengerjakan shalat malam lebih dari sebelas rakaat dengan
witir, atau tiga belas rakaat dengan witir.[2]
Lalu
bagaimanakah menurut pendapat empat Imam Mahzab yang terkenanal yaitu Hanafi,
Hambali, Maliki dan Syafi’I ?. di bawah ini akan penulis paparkan mengenai
pandangan empat Imam Mazhab terhadap jumlah rakaat dalam shalat tarawih:
1. Madzhab Hanafi
Sebagaimana
dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin
berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya
lima Tarawih (istirahat), setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka
duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir (ganjil).
Walhasil,
bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir jumlahnya 5 istirahat dan
setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat = 2 x 2 x 5 = 20 rakaat.
2. Madzhab Maliki
Dalam
kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan
kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di
Madinah. Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat
termasuk witir, 36 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata
“Maka saya melarangnya mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya,
“inilah yang kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih
dilakukan umat.
Dari
kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam
Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari
untuk shalat bersama umat 11 rakaat”. Dia berkata “bacaan surahnya
panjang-panjang” sehingga kita terpaksa berpegangan tongkat karena lama-nya
berdiri dan kita baru selesai menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin
Ruman dia berkata, “Orang-orang melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab
di bulan Ramadhan 23 rakaat”.
Imam
Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin Yazid ialah
20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan dari Imam Malik 46
rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.
3. Madzhab as-Syafi’i
Imam
Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat malam bulan Ramadhan
itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat umat di madinah
melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu
diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian pula umat melakukannya di
makkah dan mereka witir 3 rakaat.
Lalu
beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut
Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih dilakukan 20
rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam Ramadhan.
4. Madzhab Hanbali
Imam
Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni
suatu masalah, ia berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni
shalat Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad
Muhammad bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”.
Menurut
Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan
(berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama mereka 20 rakaat. Dan
al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin
Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat
bersama mereka kecuali pada separo sisanya. Maka 10 hari terakhir Ubay
tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”,
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.
Dari
penjelasan di atas kita tahu bahwa para ulama dalam empat mazhab sepakat bahwa
bilangan tarawih 20 rakaat. Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan
raaat 36 rakaat atau 46 rakaat. Tetapi ini khusus untuk penduduk madinah, maka
ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.
Para
ulama ini beralasan bahwa sahabat melakukan shalat pada masa khalifah Umar bin
al-Khattab ra. di bulan Ramadhan 20 rakaaat atas perintah beliau. Juga
diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dan lain-lainnya, dan
disetuji oleh para sahabat serta terdengar diantara mereka ada yang menolak.
Karenanya hal itu menjadi Ijma’, dan ijma sahabt itu menjadi hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana
ditetapkan dalam ushul al-fiah.
Selain
itu, dalam buku “Kitab Shalat Empat
Mazhab” karangan Syaikh Abdurahman Al-Jaziri. Shalat tarawih sunnah
dilakukan dengan dua rakaat satu salam. Mendirikan shalat tarawih 20 puluh
rakaat dengan sekali salam sah hukumnya, tetapi makruh, kecuali menurut
pendapat Syafi’iah. Berikut ini pendapat para Imam Mazhab tentang hal itu.
Hanafiah, menyatakan orang yang shalat empat
rakaat dengan satu salam maka keempat rakaat itu dianggap dua rakaat. Namun,
jika dilakukan dengan satu salam untuk lebih dari empat rakaat, keabsahannya
masih diperdebatkan. Ada yang mengatakan bahwa shalat tarawih itu dianggap
sebagai shalat syafa’ dan ada pula yang mengatakan bahwa shalat tarawih itu
tidak sah.
Hambaliah, Shalat yang demikian itu sah, tetapi
makruh, dan jumlahnya tetap terhitung 20 rakaat.
Malikiah, Shalat tarawih yang dilakukan dengan
satu salam adalah sah. Jumlahnya pun tetap dihitung 20 rakaat. Namun, orang
yang melaksanakannya kehilangan pahala tasyahud dan salam pada setiap dua
rakaat. Hal itu hukumnya makruh.
Syafi’iah, shalat tarawih hanya sah jika dikerjakan
dengan satu salam setiap dua rakaat. Jadi tidak sah melaksanakan 20 rakaat
shalat tarawih dengan satu salam walaupun duduk pada setiap dua rakaat. Jadi,
shalat tarawih harus dilaksanakan dua-dua dan mengucapkan salam pada setiap
akhir dua rakaat.
Jumlah
rakaat shalat tarawih bertambah menjadi 36 rakaat pada masa Umar bin Abdul
Aziz. Hasrat dibalik penambahan ini adalah mendapatkan keutamaan seperti yang
diperoleh kaum muslimin yang tinggal di Mekkah karena mereka bertawaf setiap
kali selesai shalat tarawih empat rakaat. Umar bin Abdul Aziz kemudian
memutuskan untuk mengganti tawaf ini dengan empat rakaat tarawih. Dengan
demikian, setiap selesai shalat 4 rakaat, beliau menambahkan 4 rakaat yang
dimaksudkan sebagai pengganti tawaf yang tidak bisa dilakukan oleh kaum muslim
yang tidak tinggal di Mekkah,[3]
Selanjutnya
Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya “Fiqih
Islam 2” menjelaskan mengenai rakaat dalam shalat tarawih ini adalah
sebagai berikut:
Mengenai
jumlah rakaat shalat tarawih, para ulama berbeda pendapat. Sebagian mereka
mengatakan bahwa shalat tarawih itu sunnahnya dua puluh rakaat karena mengikuti
kaum Muhajirin dan Anshar. Selain itu dalil tentang shalat tarawih dua puluh
rakaat adalah hadist riwayat Malik dari Yazid bin Ruman, ia berkata,
“Orang-orang berkata pada masa Umar melakukan shalat qiyam Ramadhan sebanyak
dua puluh tiga rakaat.” Rahasianya adalah bahwa shalat rawatib jumlahnya
sepuluh rakaat, lantas dilipat gandakan pada malam Ramadhan karena bulan
tersebut untuk giat beribadah. Jumlah ini sudah menjadi ijma shabat. Dalam
kitab Asy-Syafi’I, Abu Bakar bin Abdul Aziz meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa
Nabi saw. melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak dua puluh rakaat.
Pendapat
lain mengatakan shalat tarawih itu tiga puluh enam rakaat selain shalat syafa’
dan witirr. Jumlah ini dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul
Aziz, karena mengikuti penduduk Madinah yang terdahulu. Sebagian ulama berkata,
“Sayyidah Aisyah berkata, ‘Rasulullah saw. tidak pernah menambah shalat qiyam
lebih dari tiga belas rakaat, baik pada bulan rmadhan maupun pada bulan-bulan
lainnya.’”
Ibnu Taimiyah berkata, “Semua pendapat di atas
baik dan bagus.” Sebelumnya Imam Ahmad juga sudah mengatakan hal itu, bahkan ia
menambahkan bahwa shalat qiyam bulan Ramadhan itu tidak ditentukan rakaatnya
karena Rasul sendiri tidak menentukannya. Jadi, banyak sedikitnya rakaat
tergantung lama dan tidaknya shalat yang dilakukan.[4]
C. Analisis
Pemecahan Masalah
Dari
berbagai pemaparan teori di atas, dan jika memperhatikan masalah yang terdapat
di masyarakat mengenai perbedaan jumlah rakaat dalam shalat tarawih, penulis
berpendapat bahwa timbulnya masalah atau perbedaan pendapat dalam memilih
jumlah rakaat di kalangan masyarakat di karenakan memang tidak adanya ketetapan
dari Rasulullah saw tentang jumlah rakaat shalat tarawih tersebut. Sehingga
masyarakat tidak memiliki patokan atau acuan pasti dalam menentukan jumlah
rakaat dalam shalat tarawih.
Jika
kita pahami lebih mendalam dari berbagai pemaparan di atas, shalat tarawih atau
disebut juga shalat qiyam bulan Ramadhan dapat dikerjakan cukup bervariasi
dalam jumlah rakaatnya yaitu:
1. Shalat tarawih dapat dikerjakan dengan
jumlah 8 rakaat. Hal ini sesuai dengan:
a. Hadis dari Ibnu Khuzaimah meriwayatkan di
dalam Shahih-nya dan Ibnu Hibban juga meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari
jabir r.a. bahwa Rasulullah saw.
mengerjakan shalat bersama kaum muslim sebanyak delapan rakaat. Kemudian kaum
muslim menunggu beliau di malam berikutnya. Tetapi pada malam itu beliau tidak
datang.
b. Hadis dari Abu Ya’la dan Thabrani meriwayatkan dengan sanad hasan
bahwa Jabir berkata, “Ubai bin Ka’ab datang kepada Rasulullah saw., dan ia
berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku mengalami suatu hal di malam Ramadhan ini.
Beliau bertanya,
‘Apa itu, wahai Ubai?’
Ubai berkata,
‘kaum perempuan berkumpul dirumahku dan mereka berkata, ‘kami tidak dapat
membaca al-Qur’an. Bolehkah kami mengerjakan shalat dan bermakmum kepada di
belakangmu?’, lalu aku mengerjakan
shalat bersama merka sebanyak delapan rakaat. Kemudian aku mengerjakan shalat
witir. Lalu Beliau mengangguk-angguk seakan memberikan persetujuan dan tidak
mengucapkan apa-apa.’”
2. Shalat tarawih dapat dikerjakan dengan
jumlah 11 rakaat dengan witir atau 13 rataat dengan witir. Hal ini sesuai
dengan:
a. Hadis dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw tidak mengerjakan
shalat malam lebih dari sebelas rakaat, baik di bulan ramadhan maupun selain
bulan ramadhan.
b. Penjelasan dalam buku “fiqih Ibadah” karangan Syaikh Hasan
Ayyub bahwa Yang telah ditetapkan dari
Rasulullah saw. ialah bahwa sesungguhnya beliau tidak pernah mengerjakan shalat
malam lebih dari sebelas rakaat dengan witir, atau tiga belas rakaat dengan
witir.
3. Shalat tarawih dapat dikerjakan dengan
jumlah 20 rakaat. Hal ini berdasarkan :
a. Ijma’ dari para shabat Rasulullah saw.
yaitu Ada riwayat yang shahih bahwa
pada masa khalifah Umar, Usman, dan Ali, kaum Muslim mengerjakan shalat tarawih
sebanyak dua puluh rakaat.
b. Pendapat dari para Imam Mazhab yaitu
Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafi’i dari
pemaparan di atas juga mengisyaratkan bahwa shalat tarawih menurut mereka
dilakukan sebanyak 20 rakaat. Melihat dari paparan di atas mereka hanya berbeda
pendapat mengenai mengerjakan shalat tarawih 20 rakaat dengan satu kali salam.
c.
Dalam
kitab Asy-Syafi’I, Abu Bakar bin Abdul
Aziz meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. melakukan shalat pada bulan
Ramadhan sebanyak dua puluh rakaat.
4.
Shalat
tarawih bisa dikerjakan dengan jumlah 36 rakat. Hal ini karena mengikuti:
Pada masa Umar bin Abdul Aziz, Hasrat dibalik
penambahan ini adalah mendapatkan keutamaan seperti yang diperoleh kaum
muslimin yang tinggal di Mekkah karena mereka bertawaf setiap kali selesai
shalat tarawih empat rakaat. Umar bin Abdul Aziz kemudian memutuskan untuk
mengganti tawaf ini dengan empat rakaat tarawih. Dengan demikian, setiap
selesai shalat 4 rakaat, beliau menambahkan 4 rakaat yang dimaksudkan sebagai
pengganti tawaf yang tidak bisa dilakukan oleh kaum muslim yang tidak tinggal
di Mekkah.
Dari beberapa
analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa: pelaksanaan shalat tarawih
memang cukup bervariasi dalam segi jumlah rakaat untuk dikerjakan yang
masing-masing sudah pernah di-ijtihad
oleh para ulama atau fuqaha terdahulu. Oleh sebab itu, bagi seluruh masyarakat
sudah sepantasnya untuk saling menghargai dan memaklumi dengan perbedaan
pendapat tersebut. Kita tidak perlu lagi harus saling berkeras-kerasan suara
hanya untuk mengaku yang paling benar mengenai jumlah rakaat dalam shalat
tarawih ini.
Yang perlu kita
lakukan adalah memilih sesuai dengan apa yang menjadi keyakinan kita untuk
mengerjakan shalat tarawih ini, tanpa harus memandang orang lain dengan aneh
karena berbeda jumlah rakaat shalat tarawihnya dengan apa yang kita kerjakan.
Semoga tulisan
ini bermanfaat, Wallahu a’lam bissawab.
[1] Sayyid Sabiq, “Fiqih Sunnah 1”, (Indonesia: PT. Tinta
Abadi Gemilang, 2013) hlm.373-374.
[2] Syaikh Hasan Ayyub, “Fikih Ibadah”, (Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar, 2006) hlm.436
[3] Syeikh Abdurahman
Al-Jaziri, “Kitab Shalat Empat Mazhab” (Indonesia:
PT. Mizan Publika, 2010) Hlm 287-288
[4] Wahbah az-Zuhaili, “Fiqih
Islam 2”, (Depok: Gema Insani, 2007) hlm. 228-229
Komentar
Posting Komentar