Makalah tentang faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode pembelajaran, serta relevansi metode dengan situasi

  Kepada seluruh pembaca yang budiman, mohon maaf apabila dalam artikel ini terdapat kesalahan,  juga diharapkan kepada para pembaca sekalian harap teliti terlebih dahulu sebelum menjadikan artikel ini sebagai referensi sehingga meminimalisir kesalahan di lain hari. 

         Jika ada kritik dan saran silahkan sampaikan dengan baik pada kolom komentar di bagian bawah artikel ini.
Saya ucapkan terimakasih atas kunjungannya.
         
           Terakhir saya ingin mengutip kata dari Syaidina Ali bin Abi Thalib yang artinya "Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan pernah melihat siapa yang mengatakan"
Wassalam.

Dan untuk mendapat file makalah ini dalam bentuk .doc silakan download di bawah ini:
 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Penulisan

Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaan adalah pengelolaan kelas. Aspek yang paling sering didiskusikan oleh para penulis professional dan oleh para pengajar adalah juga pengelolaan kelas. Mengapa demikian? Jawabannya sederhana. Pengelolaan merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengejaran secara efisien secara dan memungkinkan mereka untuk belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. Tugas utama yang paling sulit bagi guru adalah pengelolaan kelas, lebih-lebih tidak ada satu pun pendekatan yang dikatakan paling baik.

Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan anak didik, merupakan syarat pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. [1]

Selain itu dalam hal pengelolaan kelas ini banyak hal yang dikelolah, adapun salah satu dari beberapa hal yang perlu dikelola adalah pemilihan metode mengajara yang berkenaan mengenai fakto-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode pembelajaran, serta relevansi metode dengan situasi. Yang mana kedua hal ini akan kami bahasa dalam makalah ini.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa-apa saja faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode pembelajaran ?

2.      Bagaiman relevansi metode dengan situasi ?

 

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode pembelajaran.

2.      Untuk mengetahui dan memahami relevansi metode dengan situasi.

 

D.    Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode library research. yang mana penulis menggunakan buku-buku dari perpustakaan sebagai bahan referensi dimana penulis mencari literatur yang sesuai dengan materi yang di kupas dalam makalah ini dan penulis menyimpulkan dalam bentuk makalah.


 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Faktor – faktor yang mempengaruhi penetapan metode.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi atau yang harus yang diperhatikakan dalam penetapan metode yang akan digunakan sebagai alat dan cara dalam penyajian bahan pengajaran, yaitu[2]:

1.      Tujuan instruksional khusus

Tujuan instruksional khusus merupakan unsur utama yang harus dikaji dalam rangka menetapkan metode. Cara-cara atau metode-metode yang hendak dipergunakan itu harus disesuaikan dengan tujuan, karena tujuan itulah yang menjadi tumpuan dan arah untuk memperhitungkan efektivitas suatu metode. Apabila kita perhatikan dengan saksama akan ternyata juga bahwa dalam setiap tujuan instruksional khusus terkandung petunjuk atau kriteria bagi penetapan metode. Petunjuk-petunjuk ini adakalanya jelas tampak, tetapi tidak jarang juga yang tersembunyi. Pengkajian tujuan instruksional khusus dalam hubungan ini ialah menampilkan kriteria-kriteria atau ciri-ciri yang memungkinkan kita melihat dengan jelas cara-cara atau metode-metode yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang bersangkutan tersebut.

Ciri-ciri itu akan diperoleh dengan mengamati kejelasan tujuan, aspek dan tingkat-tingkat kemampuan yang diharapkan dari setiap aspek yang bersangkutan. Kejelasan tujuan menunjuk kepada hasil belajar, sendang tingkat-tingkat kemampuan menunjuk kepada deskripsi dari bentuk-bentuk hasil belajar. Dengan memperhatikan ciri-ciri tersebut kemudian kita mencari atau mengkaji metode-metode yang sesuai dengan ciri-ciri itu. Dengan kata lain kita harus menjodohkan ciri-ciri yang terkandung dalam tujuan dengan ciri-ciri yang terdapat di dalam metode-metode yang kita kenal. Pemilihan metode yang tidak selaras dengan tujuan instruksional khusus merupakan kerja yang sia-sia, karena hampir tidak dapat dibayangkan kegunaannya untuk keberhasilan pencapaian tujuan instruksional khusus itu sendiri.

2.      Keadaan murid-murid

Murid merupakan unsur yang harus diperhatikan, karena metode-metode yang hendak ditetapkan itu merupakan alat untuk menggerakan mereka agar dapat mencerna/mempelajari bahan yang akan disajikan. Kita hanya mungkin dapat menggerakan murid seandainya metode itu sesuai dengan tingkat perkembangan/kematangan murid, baik secara kelompok (kelas) maupun secara individual. Kita tidak memaksakan murid untuk melaksanakan atau bergerak menurut acuan metode. Pemaksaaan bukan hanya tidak menghasilkan gerak (aktifitas belajar) melainkan juga akan merusak perkembangan murid-murid itu sendiri. Jadi bukan murid untuk metode, melainkan metode untuk murid, karena metode ditangan guru bukanlah merupakan hal yang bersifat otoratif atau doktrinatif.

Kita mengenal bermacam-macam tipe murid di dalam menerima pelajaran. Ada murid yang lebih mudah menerima pelajaran dengan jalan mendengarkan (tipe audiktif), ada yang dengan jalan melihat (tipe visual), tetapi ada pula yang baru dapat menangkap pelajaran dengan baik jika disertai dengan berbagai gerakan (tipe motorik). Ketiga tipe itu meminta perhatian guru untuk menggunakan berbagai metode sehingga tidak satupun diantara ketiga tipe itu yang dirugikan. Secara kelompok (kelas) guru harus berudaha menetapkan berbagai metode mengajar sehingga dapat mengaktifkan seluruh alat dari murid, tetapi secara individual guru harus berusaha mengembangkan cara-cara belajar murid yang sesuai dengan kepribadiannya.

Dengan demikian kita harus memperhitungkan taraf kematangan dan fakto-faktor yang memudahkan murid-murid untuk menerima pelajaran dalam menetapkan metode. Kita harus mengkaji untung ruginya menggunakan sesuatu metode tertentu bagi perkembangan jiwa murid. Bukan saja karena murid itu senantiasa berkembang, melainkan juga lebih-lebih lagi karena metode harus dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan sikap inovatif pada diri murid-murid.

3.      Materi atau bahan pengajaran

Penguasaan bahan oleh guru hendaknya mengarah kepada sifat spesialisasi (takhasus) atas ilmu atau kecakapan yang diajarkannya. Mengingat isi, sifat, dan luasannya, maka guru harus mampu menguraikan ilmu atau kecakapan dan apa-apa yang akan diajarkan kedalam bidang ilmu atau kecakapan yang bersangkutan. Penyusunan unsur-unsur atau informasi-informasi yang baik itu bukan saja akan memudahkan murid untuk mempelajarinya. Melainkan juga memberikan kemudahan gambaran yang jelas sebagai petunjuk dalam menetapkan metode mengajar.

Dari materi yang tersusun baik itu tampak apakah materi itu hanya merupakan fakta-fakta, kecakapan-kecakapan yang hanya membutuhkan daya mental saja untuk menguasainya, atau menghendaki keterampilan dan berisi kebiasaan-kebiasan yang dapat membentuk sesuatu tampak luasannya, apakah materi itu mencakup berbagai hal dan mungkin pula hanya mengenai satu hal saja.

Dengan memperhitungkan isi, sifat dan luasana materi kita akan menoleh kepada metode-metode yang mempunyai ciri-ciri yang sesuai dengan keadaan materi tersebut dan menetapkannya sebagai metode-metode yang hendak dipakai dalam mengajar. Apabila materi itu sudah “tersimpul” dalam perumusan tujuan instruksional khusus yang baik dan jelas, maka pada umumnya dapatlah diduga bahwa perhitungan penetapan metode atas dasar pertimbangan materi tidak akan jauh berbeda hasilnya dengan pertimbangan tujuan.

4.      Situasi

Yang dimaksud dengan situasi di sini ialah suasana belajar atau suasana kelas. Termasuk ke dalam pengertian ini ialah suasana yang bersangkut-paut dengan keadaan murid-murid, seperti kelelahan dan semangat belajar, keadaan cuaca, leadaan guru, misalnya sudah tidak segar lagi (lelah) atau tiba-tiba mendapat “tekanan” (stres), keadaan kelas-kelas yang berdekatan yang mungkin atau terganggu karena penggunaan sesuatu metode.

Di antara keadaan-keadaan tersebut di atas itu ada yang dapat diperhitungkan sebelumnya. Walaupun anda memandang situasi akan “baik-baik” saja, namun berbagai kemungkinan dapat terjadi, karenanya anda perlu berjaga-jaga atau memperhitungkan situasi-situasi tersebut. Pada umumnya dalam menetapkan metode senantiasa metode yang dianggap terbaik dan diperkirakan memenuhi segala perhitungan.

Terhadap situasi yang dapat diperhitungkan sebelumnya kita dapat menyediakan alternatif atau pilihan metode secara diperhitungkan dengan mengingat kemungkinan-kemungkinan perubahan situasi. Misalnya kita menetapkan alternatif pertama untuk situasi yang wajar, alternatif kedua untuk situasi yang sudah diperkirakan akan terjadi, dan alternatif ketiga untuk perubahan situasi yang tidak diharapkan sama sekali.

Terhadap situasi yang tidak dapat diperhitungkan, karena perubahan secara tiba-tiba, diperlukan kecekakatan untuk mengambil putusan dengan segera mengenai cara-cara atau metode-metode yang akan dipakai. Keterampilan berimprovivasi dan kesigapan mengambil keputusan sungguh amat diperlukan dalam situasi diperlukan. Jangan lantas kita tertegun atau terhenti sehingga tidak ada usaha sidikit pun untuk melaksanakan program dalam rangka mencapai tujuan, karena bukan saha yang akan merusak seluruh rencana pengembangan program, melainkan juga merusak perkembangan murid itu sendiri.

5.      Fasilitas

Fasilitas ialah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya atau memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. Fasilitas dapat dibagi dua yaitu:

1.      Fasilitas yang berdifat fisik, seperti tempat dan perlengkapan belajar di kelas, alat-alat peraga pengajaran, buku pelajaran dan perpustakaan, tempat dan perlengkapan berbagai praktikum laboratorium atau keterampilan kesenian, keagamaan dan olahraga.

2.      Fasilitas yang bersifat nonfisik, seperti: “ruang gerak”, waktu, kesempatan, biaya dan berbagai aturan serta kebijaksanaan pimpinan sekolah.

Fasilitas-fasilitas tersebut harus diperhitungkan dalam menetapkan metode-metode, karena terdapat metode-metode yang dapat dilaksanakan dengan fasilitas minim, tetapi adapula metode-metode yang menuntut fasilitas-fasilitas yang memadai, sehingga tanpa alat-alat tertentu metode-metode yang teakhir ini tidak mungkin dapat dilaksanakan. Disamping itu guru harus mengenal betul-betul terhadap fasilitas-fasilitas apa saja yang terdapat di sekolahnya dan betapa pula cara-cara memperoleh dan mempergunakannya.

Fasilitas yang banyak di tangan guru yang tidak punya kemampuan atau tidak dapat mengektifkannya kedalam metode-metode yang sesuai hampir tidak mempunya arti sama sekali bagi pengembangan program. Sebaliknya fasilitas yang kurang memadai di tangan guru yang kreatif dapat diciptakan berbagai upaya penyediaan fasilitas yang dapat mengefektifkan metode-metode yang diperlukan untuk pengembangan program kegiatan belajar-mengajar. Namun demikian memang terdapat metode-metode yang menuntut sepenuhnya penyediaan fasilitas dari sekolah, seperti demonstrasi dan eksperimen, penelitian laboratorium, dan sebagainya.

6.      Guru

Guru adalah pelakasana dan pengembang program kegiatan belajar mengejar. Guru adalah pemilik pribadi keguruan, yang unik, artinya tidak ada dua guru yang memiliki pribadi keguruan yang sama. Jadi setiap guru memiliki pribadian keguruannya masing-masing yang tidak ada duanya. Pribadi keguruan harus senantiasa diperkembangkan untuk menyempurnakan penguasaan terhadap berbagai kompetensi di bidang keguruan yang kian terus berkembang. Dalam hal ini kompetensi untuk menetapkan, mengembangkan, dan mempergunakan semua metode-metode mengajar sehingga terjadilah kombinasi-kombinasi dan variasinya yang efektif.

Metode yang sama tidak akan membuahkan hasil yang sama di tangan guru yang berbeda-beda. Suatu metode yang dianggap “kurang baik” oleh sementara guru, mungkin menjadi metode yang “baik sekali” di tangan sementara guru yang lain. Sebaliknya suatu metode yang dianggap baik pun akan gagal di tangan guru yang tidak menguasai teknik pelaksanaannya.

Pada umumnya semua guru bukan saja harus mengenali melainkan juga harus menguasai dan terampil menggunakan semua metode mengajar yang diperlukan untuk menyajikan pelajaran yang dibebankan kepadanya. Lebih dari itu ia harus menyadari sepenuhnya tentang penguasaannya yang lebih baik dalam menggunakan beberapa metode yang sesuai dengan kepribadian dan pandangan hidupnya. Kesadaran akan penguasaannya “yang lebih” itu akan lebih membuahkan hasil dan memberikan kepuasan kepada dirinya, tanpa harus mengabaikan kemungkinan digunakan metode-metode lain yang kurang dikuasainya, jika pada suatu saat keadaan dan tuntutan menghendaki demikian.

Jadi unsur guru, artinya pandangan dan penguasaan guru akan metode-metode harus diperhitungkan. Kita sendirilah yang lebih mengetahui di mana letak kekuatan dan kelemahan kita dalam mepergunakan berbagai metode. Kita harus mengembangkan kekuatan kita dan menyadari akan kelemahan untuk senantiasa berusaha memperbaikinya, sehingga dapatlah diharapkan bahwa pada saatnya mengajar dengan cekatan kita dapar memperoleh/menciptakan kombinasi-kombinasi yang tepat dan efektif.

7.      Kebaikan dan kelemahan metode-metode

Tidak ada metode yang “jelek” atau metode yang “baik”. Dengan kata lain, kita tidak dapat mengatakan dengan penuh kepastian bahwa metode inilah yang “paling efektif” dan metode itulah yang “paling buruk”, karena hal itu amat bergantung kepada banyak faktor.

Yang penting diperhitungkan guru dalam menetapkan metode ialah mengetahui batas-batas kebaikan dan kelemahan metode yang akan dipergunakannya, sehingga memungkinkan ia merumuskan keimpulam mengenai hasil penilaian/pencapaian tujuan dari putusannya itu. Hal itu dapat diketahui dari ciri-ciri atau sifat-sifat umum, peranan dan manfaatnya, yang terdapat pada setiap metode , yang membedakan antara metode yang satu dengan metode yang lainnya.

8.      Partisipasi

Partisipasi adalah turut aktif dalam sesuatu kegiatan. Apabila guru ingin agar peserta didik turut aktif sama merata dalam suatu kefiatan, guru tersebut tentunya akan menggunakan metode kerja kelompok.  Demikian pun apabila para peserta didik dikehendaki turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan ilmiah, misalnya mengumpulkan data yang kemudian disajikan dalam pembahasan ilmiah maka tentunya guru akan menggunakan metode unit atau metode seminar.[3]

9.      Faktor Lingkungan

Perbedaan lingkungan harus pula menjadi pertimbangan dalam menetapkan metode pengajaran. Lingkungan di rumah, sekolah, masyarakat, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya berbeda-beda. Hal ini menghendaki adanya perbedaan dalam menggunkan metode pengajaran.

Dalam hubungan ini, al-Syaibani mengajukan saran:”seharusnya dalam metode pengajarannya seia sekata dan bersesuaian dengan nilai-nilai msayarakat, dan tradisi-tradisinya yang baik dan dengan tujuan-tujuan, kebutuhan-kebutuhan, harapan-harapannya terhadap anggota-anggotanya dan tuntutan kehidupan yang berjaya dalam masyarakat tersebut. Begitu juga ia harus menjaga perubahan-perubahan yang berlaku di dalamnya, dan ia sendiri harus berusaha mengadakan perubahan yang baik, mengambil manfaat dari fasilitas dan peluang-peluang yang ada di masyarakat  dan lingkungan pendidikan.[4]

10.  Mempertimbangkan Komponen-komponen perencanaan pembelajaran[5]:

a.       Pengelompokan siswa (organization of grups)

Penentuan pengelompokan siswa harus sesuai dengan tujuan pengajaran dan dipertinbangkan dengan gaya (stily), cara atau kebiasaan belajar siswa yang sisesuaikan menurut mereka. Di antara siswa ada yang suka belajar secara berkelompok dan ada  juga yang suka belajar secara individual. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelompokan siswa adalah tujuan yang bagaimanakah yang sudah dicapai oleh  siswa dalam belajar secara individual, tujuan yang bagaimanakah yang mudah dicapai? Apakah belajar secara berkelompok atau secara sendiri-sendiri? Tujuan yang bagaimanakah yang mudah sicapai melalui pengajaran biasa?

Sebagai jawananya tergantung pada metode atau teknik yang digunakan, penyesiaan waktu, pengaturan ruangan dan pemilihan sumber penunjang yang dipilih.

b.      Penyesiaan waktu

Penentuan beberapa lama waktu yang digunakan dalam pelajaran. Selalu berbeda-beda antara satu bidang studi dengan yang lainya. Kal ini tergantung bobot bidang studi tersebut, baik menyangkut pokok bahasan, tujuan yang diharapkan, pengelompokan siswqa, tersedianya ruangan-ruangan yang diperlukan, kemampuan dan minat siswa itu sendiri terhadap pokok bahasan yang disampaikan. Pengaturan waktu secara terinci dapat dilakukan dengan mempertimbangkan dan menganalisis setiap tujuan yang akan dicapai, kecepataan dan kemampuan siswa dalam memahami pelajaran. Dalam penetapaan waktu biasanya dapat ternuat penggunaan waktu beberapa menit untuk tahap pendahuluan, dan bebrapa menit untuk penyajian dan bebrapa menit untuk kesimpulan dan penutup.

c.       Pengaturan ruangan

Pengaturan ruangan yang telah mentradisi di sekolah pada umumnya mengenakan pengaturan kelas dimana papan tulis terletak, bangku-bangku siswa dijejer. Dan meja guru disebelah kiri atau kanan.

 


 

B.     Relevansi Metode dengan Situasi

Pada umumnya sistem pendidikan didasarkan pada asumsi bahwa sejumlah jenis tingkah laku tertentu dapat diperoleh dalam situasi sosial. Setiap guru senantiasa berada dalam situasi yang terdiri dari sejumlah faktor yaitu faktor murid (keadaan dan latar belakangnya), dan sekolah (suasana, staf, fasilitas, dan perlengkapannya). Analisis terhadap faktor-faktor ini akan dapat memberi petunjuk bagi guru-guru mengenai langkah-langkah apa yang harus ditempuh dalam menyusun kegiatan belajar menajar yang efisien dan efektif.

Berikut ini akan dicoba menggambarkan bagaimana relevansi situasi sekolah dengan metode mengajar.[6]

1.      Guru

Guru adalah seorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan dalam melaksanakan peranannya membimbing muridnya. Ia harus sanggup menilai diri sendiri tanpa berlebih-lebihan, sanggup berkomunikasi dan bekerja bersama dengan orang lain. Selain itu perlu diperhatikan pula dalam hal mana ia memiliki kemamuan dan kelemahan.

Dengan demikian guru sebagai bagian dari situasi belajar mengajar cenderung untuk mengambil keputusan-keputusan yang berbeda dengan guru lainnya.  Namun kadang-kadang sukar untuk meyakinkan guru-guru bahwa dengan keputusannya yang berbeda itu tidaklah berarti bahwa yang satu benar dan yang lainnya salah. Agaknya lebih cocok dikemukakan bahwa keputusan yang satu lebih baik dari yang lain yang kelak akan terbukti dari pengalaman. Tentu saja keputusan-keputusan yang dimaksud dipertimbangkan secara rasional. Para pembaru dalam bidang pendidikan dan pengajaran pada tahun-tahun yang lalu adalah orang-orang yang tidak mengikat dirinya dengan apa yang dikatakan benar pada masanya melainkan mengajarkan banyak hal menurut keputusan mereka sendiri.

Metode mengajar termasuk kedalam keputusan yang diambil sendiri oleh guru yang bersangkutan. Guru A memilih dan memutuskan untuk menggunakan metode ceramah untuk mengajar bahan sejarah “masuknya Islam ke Indonesia” karena ia merasa dirinya adalah salah seorang pembicara yang baik yang dapat merangsang siswa untuk melakukan kegiatan belajar selanjutnya. Sebaliknya guru B setelah mempertimbangkan kemampuan dan fasilitas yang ada, akhirnya memutuskan menggunakan metode kerja kelompok. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa metode yang dipakai mempunyai relevansi dengan situasi (dalam hal ini faktor guru)[7]

2.      Suasana kelas (Social Climate)

Yang dimaksuk dengan suasana kelas dalam uraian ini adalah hubungan sosial antara guru dengan murid dan murid dengan murid. Di Madrasah sering kita jumpai hubungan sosial yang bersifat otokratis dan demokratis. Pada suasana otokratis, guru memegang seluruh tanggung jawab dan inisiatif. Murid cenderung menjadi pasif, penurut, bekerja sendiri-sendiri yang memungkinkan timbulnya persaingan tidak sehat. Pada suasan demokratis, pembagian tugas dan tanggung jawa antara guru dan murid. Murid mempunyai kecenderungan untuk bekerja sama, penuh inisiatif, tidak hanya menerima pelajaran tetapi juga mengemukakan pendapat-pendapatnya.

Guru menghadapi suasana kelas yang demokratis akan menggunakan metode yang memungkinkan anak bekerja sama, bersaing secara sehat, dan mencegah berbagai masalah, misalnya metode diskusi dan metode proyek. Sebaliknya metode-metode tersebut tidak relevan dengan suasana kelas yang otokratis.

Keadaan kelas yang gaduh karena suara-suara bising, dalam situasi seperti ini jelas tidak mungkin menggunakan metode ceramah, diskusi, sosiodrama.

3.      Alat-Alat

Yang dimaksud dengan alat di sini adalah semua perlengkapan yang ikut menentukan penggunanaan suatu materi pelajaran cukup tersedia bagi setiap murid, maka kemungkinan metode assignment recitation dapat digunakan, sebaliknya kalau buku tidak ada atau tidak cukup, akan dipilih metode ceramah.

Dari contoh-contoh yang relevan dengan situasi, hendaklah diperhitungkan semua aspek situasi itu.[8]

4.      Kombinasi Metode – Metode Dalam Praktek

Tidak ada satu metode yang baik untuk setiap tujuan dalam setiap situasi. Setiap metode mempunyai kebaikan dan kelemahan. Denga sifatnya yang polivalen dan polipragmasi, guru perlu mengetahui kapan sesuatu metode yang tepat digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari metode- metode . Guru hendaknya memilih metode yang dapat dikombinasikan di bawah ini beberapa metode dicoba mengkombinasikan.[9]

a.       Ceramah, Tanya jawab dan tugas

Mengingat ceramah banyak kelemahannya maka penggunaannya harus didukung dengan alat dan media atau dengan metode lain. Oleh sebab itu setelah guru selesai memberikan ceramah maka dipandang perlu untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik  mengadakan Tanya jawab. Tanya jawab ini diperlukan untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadapa apa yang telah  di samapaikan oleh guru melalui metode ceramah. Untuk memantapkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah disampaikan, maka pada tahap selanjutnya peserta didik di beri tugas, misalnya membuat kesimpulan hasil ceramah, mengerjakan pekerjaan rumah, diskusi, dan lain -lain.

b.      Ceramah, Diskusi dan tugas

Penggunaan ketiga jenis metode mengajar ini dapat dilakukan diawali dengan ceramah, dimaksudkan untuk memberikan penjelasan mengenai bahan yang akan dibahas dalam diskusi, sehingga diskusi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pada akhir kegiatan diskusi peserta didik diberikan tugas yang harus dikerjakan pada saat itu juga. Maksudnya untuk mengetahui hasilyang di capai peserta didik melalui diskusi tersebut. Dengan demikian, tugas ini sekaligus merupakan umpan balik bagi guru terhadap hasil diskusi yang dilakuka peserta didik. Keuntungan metode diskusi dapat mengeliminasi kelemahan metode ceramah, dengan metode diskusi terjadi komunikasi transaksi kelas lebih hidup.

c.       Ceramah, problem, solving dan tugas

Pada saat guru memberikan penjelasan kepada peserta didik, adakalanya timbul satu persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan hanya penjelasan secara lisan melalui metode ceramah. Untuk itu guru perlu menggunakan metode problem, solving, sebagai jalan keluarnya. Kemudian diakhiri dengan tugas-ttugas , baik individu maupun tugas kelompok sehingga peserta didik melakukan tukar pikiran dalam memecahkan maslah yang dihadapinya. Metode ini banyak menimbulkan kegiatan belajar peserta didik yang lebih optimal.

d.      Ceramah, Demonstrasi dan eksperimen

Penggunaan metode demonstrasi selalu diikuti dengan eksperimen. Apapunyang didemonstrasikan baik oleh guru maupun peserta didik tanpa diikuti dengan eksperimen tidak akan mencapai hasil yang efektif.

Dalam melaksanakan demonstrasi, seorang guru atau peserta didik menjelaskan apa yang akan didemonstrasikannya, sehingga semua pseserta didik dapat mengikuti jalannya demonstrasi tersebut dengan baik. Kemudian peserta didik mencoba mempraktekkan suatu proses tersebut, setelah melihat apa yang telah didemonstrasikan oleh seorang demonstrator, eksperimen dapat juga dilakukan untuk membuktikan kebenaran sesuatu, misalnya menguji sebuah hipotesis.

Dalam pelaksanaannya, metode demonstrasi dan eksperimen dapat digabungkan, artinya, setelah dilakukan demonstrasi kemudian diikuti dengan eksperimen dengan disertai penjelasan secra lisan.

e.       Ceramah, sosiodrama dan diskusi

Sebelum metode sosiodrama digunakan, terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan dari guru tentang situasi sosial yang akan didramatiskan oleh para pelaku. Tanpa diberikan penjelasan tersebut, anak tidak akan dapat melakukan peranannya dengan baik. Oleh sebab itu ceramah mengenai masalah sosial yang akan didemonstrasikan, penting sekali dilaksanakan sebelum melakukan sosiodrama.

Sosiodrama adalah sandiwara tanpa naskah, tanpa latihan terlebih dahulu sehingga dilakukan secara spontan. Masalah yang didramatisasikan adalah mengenai situasi yang sedang memuncak, kemudian dihentikan. Selanjutnya diadakan diskusi bagaimana jalan cerita seterusnya, atau dinilai jalan ceritanya, atau pemecahan masalah selanjutnya.

f.       Ceramah, demonstrasi dan Drill

Metode drill umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau ketrampilan dari bahan yang dipelajarinya. Oleh sebab itu metode ceramah dapat digunakan sebelum maupun sesudah drill dilakukan.

Tujuan dari ceramah untuk memeberikan penjelasan pada peserta didik mengenai bentuk ketrampilan tertentu yang hendak dilakukannya. Sedangkan demonstrasi disini dimaksudkan untuk memperagakan atau mempertunjukkan suatu ketrampilan yang akan dipelajari peserta didik. Misalnya belajar tari jaipongan. Peserta didik sebelum berlatih manasik diberikan penjelasan dulu tentang kegiatan yang aka dilakukan melalui ceramah. Lalu Guru mendemonstrasikan cara manasik haji peserta didik mulai latihan manasik haji seperti yang dilakukan guru. Langkah serta jenis kegiatan yang dilakukan. Sudah barang tertentu dari pihak guru, dengan terampil mengkombinasikan beberapa metode.

g.      Ceramah, Demonstrasi, Eksperimen, Diskusi, Pemberian Tugas Belajar Resitasi, Dan Tanya jawab.

Dalam mengajarkan shalat misalnya didahului dengan penjelasan tentang rukun, syarat dan tata cara pelaksanaan shalat (ceramah). kemudian guru mendemonstrasikan bagaimana tata cara pelaksanaan shalat yang benar (demonstrasi). Setelah itu beberapa orang peserta didik sisuruh melaksanakan shalat seperti yang dicontohkan Guru (eksperimen). Kemudian guru mencoba memecahkan hikmah yang terkandung dalam shalat (diskusi). Diakhir pelajaran diajukan bebrapa pertanyaan tentang materi shalat yang sudah diajarkan dan peserta didik menjawabnya (Tanya jawab). Sebelum pelajaran ditutup oleh guru menugaskan peserta didik membuat laporan tentang pelaksanaan shalat masyarakat disekitar tempat tinggalnya dan selanjutnya laporan tersebut dipertanggung jawabkan dihadapan guru dan teman-temannya (Pemberian tugas belajar dan resitasi).


 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Jadi dari pemaparan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, ada beberapa faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan dalam memlih metode pembelajaran. adapun fakor-faktor yang dimaksud adalah: tujuan instruksional khusus, keadaan murid-murid, materi atau bahan pengajaran, situasi, fasilitas, guru, kebaikan dan kelemahan metode, partisipasi, dan lingkungan.

Selanjutnya mengenai relevansi metode dengan situasi dapat dilihat dar beberapa hal, adapun hal-hal yang dimaksud adalah: guru, suasana kelas, alat-alat, dan kombinasi metode-metode dalam praktek.

 

B.     Kriktik dan Saran

Makalah ini mungkin sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis selalu mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian, agar menjadi masukan dan perbaikan bagi penulis sehingga kedepannya makalah ini menjadi lebih baik.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain 2010. Strategi Belajar Mengajar.  Jakarta: Rineka Cipta.

Zakiah Drajat. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Abuddin nata. 2009. Persepektif Islam tentang Strategi Pebelajaran. Jakarta: Kencana.

M. Basyiruddin Usman. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: PT. Ciputat Pers.



[1] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Hal. 173

[2] Zakiah Drajat, “Metodologi Pengajaran Agama Islam”, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 137-143

[3] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2005)  hlm 14

[4] Abuddin nata, “Persepektif Islam tentang Strategi Pebelajaran”, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 202

[5] M. Basyiruddin Usman, “Metodologi Pembelajaran Agama Islam”, (Jakarta: PT. Ciputat Pers. 2002), hlm.123-126

[6] Ibid, Zakiah Drajat, “Metodologi Pengajaran Agama . . . hlm. 1265

[7] Ibid, Zakiah Drajat, “Metodologi Pengajaran Agama . . . hlm. 266

[8] Ibid, Zakiah Drajat, “Metodologi Pengajaran Agama . . . hlm. 267

[9] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2005)  hlm 17


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah tentang: BAIK DAN BURUK

Makalah tentang Rabi'ah al-Adawiyah

LANDASAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI DALAM PENDIDIKAN