LANDASAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI DALAM PENDIDIKAN
Jika ada kritik dan saran silahkan sampaikan dengan baik pada kolom komentar di bagian bawah artikel ini.
Saya ucapkan terimakasih atas kunjungannya.
Terakhir saya ingin mengutip kata dari Syaidina Ali bin Abi Thalib yang artinya "Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan pernah melihat siapa yang mengatakan"
Wassalam.
Dan untuk mendapat file makalah ini dalam bentuk .doc silakan download di bawah ini:
BAB
I
PENDAHHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya
manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang
dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani
hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai
manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya
berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mengingat
begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus
dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dilain pihak manusia juga
memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk yang
lain. Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk
membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia agar bermanfaat bagi
kepentingan hidupnya.
Secara
sosiologi pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi kegenerasi,
agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap
terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat
dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas
dari unsur sosial budaya.
Dengan
mempelajari metode pendidikan kabudayaan maka antropologi bermanfaat bagi
pendidikan. Dimana para pendidik harus melakukan secara hati-hati. Hal ini
disebabkan karena kebudayaan yang ada
dan berkembang dalam masyarakat bersifat unik, sukar untuk dibandingkan sehingga harus ada perbandingan baru yang
besifat tentative. Setiap penyelidikan yang dilakukan oleh para ilmuan akan
memberikan sumbangan yang berharga dan mempengaruhi pendidikan.
Antropologi
pendidikan dihasilkan melalui khusus dan percobaan yang terpisah dengan kajian
yang sistrmatis mengenai praktek pendidikan dalam prespektif budaya,
sehingga antropologi menyimpulkan bahwa
sekolah merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam
membimbing masyarakat. Namun ada kalanya sejumlah metode mengajar kurang efektif dari media pendidikan sehingga
sangat berlawanan dengan data yang didapat di lapanga oleh para antropolog.
Tugas para pendidik bukan hanya mengekploitasi nilai kebudayaan namun menatanya
dan menghubungkannya dengan pemikiran dan praktek pendidikan sebagai satu
keseluruhan.
Untuk
memberikan pemahan lebih lanjut mengenai antropologi, antropologi pendidikan,
sejarah perkembangan antropologi, fungsi kebudayaan dalam pendidikan, dan implikasi pendidikan dalam antropologi. Maka
dalam makalah ini akan memaparkan landasan antropologi pendidikan yang
menjelaskan mengenai pembahsan tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan landasan sosiologi pendidikan ?
2.
Bagaimana
urgensi sosiologi dalam pendidikan ?
3.
Apa saja
aliran-aliran yang terdapat dalam sosoiolgi pendidikan ?
4.
Apa yang
dimaksud dengan landasan antropologi pendidikan ?
5.
Bagaimana
urgensi antropologi dalam pendidikan ?
6.
Apa saja
aliran-aliran yang terdapat dalam antropoligi pendidikan ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
menjelaskan tentang pengertian landasan sosiologi pendidikan.
2. Untuk
menjelaskan tentang urgensi sosiologi dalam pendidikan.
3. Untuk
menjelaskan aliran-aliran yang terdapat dalam sosoiolgi pendidikan.
4. Untuk
menjelaskan tentang pengertian landasan antropologi pendidikan.
5. Untuk
menjelaskan tentang urgensi antropologi dalam pendidikan.
6. Untuk
menjelaskan aliran-aliran yang terdapat dalam antropoligi pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Landasan Sosiologi dalam Pendidikan
Landasan
sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan
masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan
antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya
kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang
dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan
bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam
kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh
pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham
integralistik.
Paham
individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup
merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan
tidak mengganggu keamanan orang lain.
Dampak
individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan
individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha
untuk mencapai pengembangan diri, antara
anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga
menimbulkan dampak yang kuat.
Paham
kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan
kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi
masyarakatnya.
Sedangkan
paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat
saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis
melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan
relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan
kepentingan pribadi.
Landasan
sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber
dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong royong,
kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan
hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras
serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di
Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang tapi
juga meningkatlan kualitas masyarakat umum.[1]
B.
Urgensi
Landasan Sosiologi dalam Pendidikan
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan tentang antara manusia dalam
kelompok-kelompok dan stuktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai
uraian berikut:
1. Empiris,
adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan
dari kenyatan yang terjadi di lapangan.
2. Teoritis
adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya
yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
3. Komulatif,
sebagai akibat dari penciptaan terus menerus sebagai konsekuensi dari
terjadinya perubahan dimasyarakat, yang membuat teori-teori itu akan
berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4. Nonetis,
karena teori itu menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta
individu-individudi dalamnya, tidak menilai apakah hal iu baik atau buruk.
Dalam
sosiologi pendidikan penting adanya proses sosial. Proses sosial dimulai dari
interaksi sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses
sosial didasari oleh faktor-faktor yaitu: imitasi, sugesti, identifikasi, dan Simpati.
Kajian
dalam landasan pendidikan sosiologis memiliki banyak fungsi, beberapa fungsi
dari landasan pendidikan sosiologis diantaranya adalah:
1. Fungsi
eksplanasi
Menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang
fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk diperlukan
konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak generalisasi
empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan informasi mengenai
hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri maupun dari
lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi.
Dengan informasi yang lengkap dan akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman
dan wawasan yang baik dan akan dapat menafsirkan fenomena-fenomena yang
dihadapi secara akurat. Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui
berbagai media komunikasi.
2. Fungsi
prediksi
Meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang
diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan
berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke
dalam masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat
diperlukan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi
kondisi dan tantangan baru.
3. Fungsi
utilisasi
Menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran,
konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan
pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri. [2]
Dalam
proses sosial terdapat interaksi sosial, yaitu suatu hubungan sosial yang
dinamis. Interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat sebgai
berikut
1. Kontak
sosial
Merupakan awal dari terjadinya interaksi sosial dan
masing-masing pihak saling berinteraksi meskipun tidak saling bersentuhan
secara fisik. Jadi kontak tidak harus selalu berkomunikasi.
Kata kontak dalam bahasa inggrisnya “contack”
dari bahasa lain “con” atau “cum”
yang artinya bersama-sama dan “tangere”
yang artinya menyentuh . Jadi kontak berarti sama-sama menyentuh.Kontak social
ini tidak selalu melalui interaksi atau hubungan fisik, karena orang dapat
melakuan kontak social tidak dengan menyentuh, misalnya menggunakan HP, telepon
dsb.
Kontak social memiliki memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
a. Kontak
social bisa bersifat positif dan bisa negative. Kalau kontak social mengarah
pada kerjasama berarti positif, kalau mengarah pada suatu pertentangan atau
konflik berarti negative.
b. Kontak
social dapat bersifat primer dan bersifat skunder. Kontak social primer terjadi
apa bila peserta interaksi bertemu muka secara langsung. Misanya kontak antara
guru dengan murid dsb. Kalau kontak skunder terjadi apabila interaksi
berlangsung melalui perantara. Missal percakapan melalui telepon, HP dsb.
2. Komunikasi
Merupakan pengiriman pesan dan penerimaan pesan
dengan maksud untuk dapat dipahami. Proses komunikasi terjadi pada saat kontak
sosial berlangsung.
Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yaitu:
a. Komunikator
yaitu orang yang menyampaikan informasi atau pesan atau perasaan atau pemikiran
pada pihak lain.
b. Komunikan
yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi pesan, pikiran, informasi.
c. Pesan
yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
d. Media
yaitu alat untuk menyampaiakn pesan’
e. Efek/feed
back yaitu tanggapan atau perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan
setelah mendapat pesan dari komunikator.
Sejalan
dengan lahirnya pemikiran tentang pendidikan masyarakat, pada abad ke-20
sosiologi memegang peranan penting dalam dunia pedidikan.Pendidikan yang
diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini adalah proses pendidikan yang bisa
mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan manusia.
Perwujudan cita-cita pendidikan sangat membutuhkan bantuan sosilogi. Konsep
atau teori sosiologi memberi petunju kepada guru-guru tentang bagimana
seharusnya mereka membina para siswa agar mereka bisa memililki kebisaan hidup
yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman. Para guru dan pendidik
lainnya akan menerapkan konsep sosiologi dilembaga pendidikan masing-masing.[3]
C.
Aliran-aliran
dalam Sosoiologi Pendidikan
1. Aliran
Empirisme
John
locke menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih yang
bersih yang belum ditulisi. Teori ini secara jelas mengatakan anak sejak lahir
tidak mempunyai bakat dan kemampuan.[4]
Dalil
yang berhubungan dengan aliran empirisme ini adalah terdapat dalam QS. Ar-Rum
(30) ayat 30
فَأَقِمۡ
وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ
عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ
وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠
Artinyah: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”
2. Aliran
Nativisme
Schopenhauer
berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh factor-faktor yang
dibawa sejak lahir. Kaum Nativisme mengatakan bahwa pendidikan tidak dapat
mengubah sifat-sifat pembawaan.[5]
Dalil
yang berhubungan dengan aliran nativisme ini adalah hadis Nabi yang artinya: “Setiap orang dilahirkan oleh ibunya atas
dasar fitrah (potensi dasar untuk beragama), maka setelah itu orang tuanya
mendidik menjadi beragama yahudi, nasrani, dan majusi; jika orang tua keduanya
Islam, maka anaknya menjadi Muslim” (H.R. Muslim dalam kitab Shahih, Juz.
II p. 459)
3. Aliran
Naturalisme
J.J.
Rousseau, Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia
mempuyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena
pengaruh lingkungan, sehingga aturalisme sering disebut negativisme.[6]
4. Aliran
Konvergensi
William
Stern, Aliran ini merupakan kombinasi dari aliran nativisme dan empirisme.
Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik
dan buruk, sedangkan akan dipengaruhi oleh lingkungan. Factor pembawaan dan
lingkungan sama-sama berperan penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak
akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan.[7]
D.
Pengertian
Landasan Antropologi dalam Pendidikan
Antropologi
adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu
antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi
tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan
sosialnya.
Antropologi
berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos yang
berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus
makhluk sosial. Para ahli mendefinisikan antropologi sebagai berikut:
1. William A. Haviland
Antropologi adalah studi tentang umat manusia,
berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya
serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
2. David
Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari
keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
3. Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat
manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat
serta kebudayaan yang dihasilkan.[8]
Dari
definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah
ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan
(cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga
setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Secara umum
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi
yang bermanfaat tentang manusia dan
perilakunya dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman
manusia. Sedangkan Antropologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang berusaha
memahami dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analsis berdasarkan
konsep-konsep dan pendekatan Antropologi.
E.
Urgensi
Landasan Antropologi dalam Pendidikan
Kata
kebudayaan dan peradaban merupakan dua kata yang pengertiannya senantiasa menjadi
pembicaraan para ahli, karena semakin manusia itu berkembang dan maju cara berpikirnya,
maka akan berdampak pula kepada
pengertian kedua kata tersebut. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Al-Kroeber dan Clyde Kluckhohn dalam Mudji Sutrisno bahwa untuk kata kebudayaan tidak kurang dari 160 defenisi. Dengan demikian
untuk memahami kata kebudayaan dan peradaban tidak dapat diberikan pengertian
atau definisi.[9]
Kata Kebudayaan kerap kali disejajarkan, dari segi asal katanya
dengan kata-kata: cultuur (bahasa Belanda), kultur (bahasa
Jerman), culture (bahasa Inggris dan Perancis) atau cultura (bahasa
Latin), bahkan ada sederetan kata lain yang tumpang tindih dengan kata
kebudayaan yaitu: civilization (bahasa Inggris dan Perancis), civilta
(bahasa Italia) dan bildung (bahasa Jerman). Padahal arti kata
tersebut berbeda satu sama lain. Seperti culture (bahasa Perancis) searti
dengan kata bildung (bahasa Jerman) dan education (bahasa
Inggris) yang mengandung arti budi halus, keadaban, lalu disamakan dengan kata
kebudayaan.
Para ahli ada yang membedakan antara kata kebudayaan/ culture (bahasa Inggris) dengan kata peradaban/ civilization
(bahasa Perancis), seperti Malinowsky dalam Mudji Sutrisno mengartikan kata
civilization sebagai aspek khusus dari kebudayaan yang lebih maju. J.
Maritin lebih menekankan aspek rasional dan moral pada arti kata kebudayaan dan
aspek sosial, politik dan institusional pada kata peradaban. Dan ada juga yang
diperlawankan kedua kata tersebut oleh O.Spengler yaitu memandang kebudayaan
sebagai perujudan dari budi manusia, sedangkan peradaban sebagai perbudakan dan
pembekuan budi.[10]
Kebudayaan
adalah cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan oleh manusia itu
sendiri sebagai warga masyarakat.Sedangkan secara teoretis Pendidikan adalah sebagian
dari proses pembudayaan, namun demikian dalam praktek kehidupan kita tidaklah demikian halnya. Ada dua sebab
mengapa ulasan mengenai kebudayaan dalam pendidikan perlu dan penting. Pertama
ialah kebudayaan telah diartikan secara sempit. Kebudayaan tidak lebih dari
kesenian, tari-tarian, seni pahat, seni batik, dan sebagainya..Yang Kedua ialah
pendidikan kita dewasa ini sangat intelektualistis, artinya hanya mengenai satu
unsur saja dalam kebudayaan.
Orang
sering sulit membedakan antara kebudayaan dengan peradaban. Menurut Hassan
(1983) peradaban itu adalah kebudayaan yang sudah maju. Kebudayaan umum yang
jelas harus diajarkan pada semua
sekolah, asal proporsinya disesuaikan dengan waktu dan tempat. Kebudayaan dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Kebudayaan
umum, misalnya kebudayaan Indonesia.
2. Kebudayaan
daerah, misalnya kebudayaan Jawa, Bali, Sunda, dan sebagainya.
3. Kebudayaan
popular, suatu kebudayaan yang masa berlakunya lebih lebih pendek daripada
kedua macam kebudayaan terdahulu.Contoh kebudayaan popular yaitu lagu-lagu
popular, model film musiman, mode-mode pakaian, dan sebagainya.[11]
Ada tiga hal yang menimbulkan perubahan
kebudayaan menurut Kneller ialah:
1. Originasi,
yaitu sesuatu yang baru atau penemuan-penemuan baru.
2. Difusi,
yaitu pembentukan kebudayaan baru akibat masuknya elemen-elemen budaya yang
baru kedalam budaya yang lama.
3. Reinterpretasi,
yaitu perubahan kebudayaan akibat terjadinya modifikasi elemen-elemen
kebudayaan yang telah ada agar sesuai dengan keadaan zaman.
Kerber
dan Simth (Imran Manan, 1989) menyebutkan ada enam fungsi utama kebudayaan
dalam kehidupan manusia, yaitu :
1. Penerus
keturunan dan pengasuh anak.
2. Pengembangan
kehidupan berekonomi
3. Transmisi
budaya
4. Meningkatkan
iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
5. Pengendalian
sosial
6. Rekreasi
Pendidikan
adalah enkulturasi (Imran Manan,1989).Ia hanya mampu berpikir, berkata, dan
bertindak sesuai dengan budaya yang dipelajarinya. Enkulturasi ialah akibat
pendidikan yang hanya memasukkan kebudayaan tertentu perkembangan anak sehingga
ia menjadi kaku, hanya berperilaku sebatas kebudayaan itu saja. Karena itu
strategi dan metode dalam pendidikan perlu disempurnakan untuk menghindarkan
terjadinya robot-robot dalam budaya itu sendiri.[12]
F.
Aliran-aliran
Antropologi dalam pendidikan
1. Aliran
Evolusionisme
Charles
Darwin menjelaskan bahwa manusia yang tetap hidup itu ialah mereka yang paling
serasi. Mereka tidak dianggap sebagai seorang indvidu, sebagai orang
perseorangan namun Darwin mlihatnya dalam hubungan kelompok-kelompok.
2. Aliran
kognitif
Antropologi
kognitif merupakan suatu pendekatan idealis untuk mempelajari kondisi manusia.
3. Aliran
Sruktualisme
Aliran
ini menjelaskan mengenai nalar manusia (human mind) dan sistem relasi (system
of relation).
4. Aliran
Simbolik-Interpretatif
Adalah
mengenai keseluruhan pengetahuan manusia yang dijadikan sebagai peoman atau
penginterpretasi keseluruhan tindakan manusia.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Landasan
sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan
masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan
antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut.
Dalam
sosiologi pendidikan penting adanya proses sosial. Proses sosial dimulai dari
interaksi sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses
sosial didasari oleh faktor-faktor yaitu: imitasi, sugesti, identifikasi, dan
Simpati.
Aliran-aliran
dalam Sosoiologi Pendidikan: aliran empirisme, aliran nativisme, aliran naturalisme,
dan aliran Konvergensi.
Antropologi
adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu
antropologi dengan melalui beberapa fase.
B.
Saran
Semoga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Kami selaku penyusun makalah tersebut
mengharapkan saran, dan ide yang bisa membangun, untuk melengkapi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://hikmathstore.blogspot.co.id/2015/08/makalah-kuliah-jurusan-pendidikan.html diakses pada:
Rabu, 19 Oktober 2016 pukul 14.05 WIB
https://feldaap.wordpress.com/2015/11/24/70/ diakses pada
Rabu, 19 Oktober 2016 pukul : 15.14 WIB
Made Pidarta. Landasan Pendidikan (edisi II). Jakarta: PT Asdi Mahastya. 2009.
Tatang
Syaripudin, Landasan Pendidikan. Bandung: Percikan Ilmu. 2007.
Tilaar, Pendidikan Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Indonesia Bandung, Rosdakarya 1999.
Tim Penulis LAPIS-PGMI, Dasar-Dasar Pendidikan (edisi I), Surabaya: Amanah
Pustaka, 2009.
Mudji Sutrisno, Filsafat
Kebudayaan- Ihtiar Sebuah Teks, Cetekan Pertama, Jakarta: Hujan Kabisat.
2008.
[1] https://feldaap.wordpress.com/2015/11/24/70/ diakses pada Rabu, 19 Oktober
2016 pukul : 15.14 WIB
[2] Made Pidarta,Landasan Pendidikan (edisi II), (Jakarta: PT Asdi
Mahastya,2009) h.151-152
[3] Tim Penulis LAPIS-PGMI, Dasar-Dasar
Pendidikan (edisi I), (Surabaya : Amanah Pustaka, 2009),
h.12-13
[7] Ibid,
. . h. 78
[8] Tatang Syaripudin, Landasan
Pendidikan. Bandung: Percikan Ilmu. 2007, h. 75
[9] Mudji
Sutrisno, 2008, Filsafat Kebudayaan-
Ihtiar Sebuah Teks, Cetekan Pertama, (Jakarta: Hujan Kabisat), h,1.
[10] Ibid, .
. .h.1-3
[11] Tilaar, Pendidikan Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Indonesia (Bandung,
Rosdakarya 1999). Hlm.67
[12] Made Pidarta, Landasan
Pendidikan (edisi II), (Jakarta: PT Asdi Mahastya,2009), h. 164
[13] http://hikmathstore.blogspot.co.id/2015/08/makalah-kuliah-jurusan-pendidikan.html diakses pada: Rabu, 19 Oktober
2016 pukul 14.05 WIB
Komentar
Posting Komentar