Makalah filsafat tentang: PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KH. WAHID HASYIM
Kepada
seluruh pembaca yang budiman, mohon maaf apabila dalam artikel ini
terdapat kesalahan, juga diharapkan kepada para pembaca sekalian harap
teliti terlebih dahulu sebelum menjadikan artikel ini sebagai referensi
sehingga meminimalisir kesalahan di lain hari.
Jika ada kritik dan saran silahkan sampaikan dengan baik pada kolom komentar di bagian bawah artikel ini.
Saya ucapkan terimakasih atas kunjungannya.
Terakhir saya ingin mengutip kata dari Syaidina Ali bin Abi Thalib yang artinya "Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan pernah melihat siapa yang mengatakan"
Wassalam.
Dan untuk mendapat file makalah ini dalam bentuk .doc silakan download di bawah ini:
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dunia
pendidikan Islam di Indonesia dapat eksis dengan baik bukan semata-mata terjadi
begitu saja. Banyak proses yang mengakibatkan dunia pendidikan Islam dapat berkembang dengan baik dan pesat.
Selain karena, mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, banyak dari
pada ulam dan tokoh tokoh agama Islam yang ikut serta memperjuangkan pendidikan
Islam di Indonesia. Salah satu tokoh tersebut adalah KH. Wahid Hasyim.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pemikiran KH.
Wahid Hasyim tentang pendidikan Islam. Adapun cakupan bahasannya meliputi,
penjelasan tentang KH. Wahid Hasyim, peran berliau dalam pendidikan, dan
analisi kurikulum dan metode beliau dalam dunia pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana penjelasan tentang KH. Wahid Hasyim ?
2.
Bagaimana peran KH. Wahid Hasyim dalam pendidikan ?
3.
Bagaimana analisis kurikulum KH. Wahid Hasyim ?
4.
Bagaimana analisis metode pendidikan KH. Wahid Hasyim ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan tentang KH. Wahid Hasyim.
2. Untuk menjelaskan peran KH. Wahid Hasyim
dalam pendidikan.
3. Untuk menjelaskan analisis kurikulum KH.
Wahid Hasyim.
4. Untuk menjelaskan analisis metode pendidikan
KH. Wahid Hasyim.
D.
Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah
metode library research. Yang mana penulis menggunakan buku-buku dari
perpustakaan sebagai bahan referensi dimana penulis mencari literatur yang
sesuai dengan materi yang di kupas dalam makalah ini dan penulis menyimpulkan
dalam bentuk makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tentang KH. Wahid Hasyim
KH Wahid Hasyim Adalah salah salah satu putra dari
pengasuh pondok pesantren tebuireng atau pendiri organisasi terbesar di
Indonesia (Nahdlatul Ulama), al maghfurlah hadratus syaikh KH Hasyim
Asy'ari.
Selain mendapat bimbingan langsung dari ayahnya,
KH Wahid Hasyim juga belajar di bangku Madrasah Salafiyah di Pesantren
Tebuireng. Pada usia 12 tahun, setamat dari Madrasah, ia sudah membantu ayahnya
mengajar adik-adik dan anak-anak seusianya. Sebagai anak tokoh, KH Wahid Hasyim
tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah Pemerintah Hindia Belanda.
Selain ketidakminatannya, melainkan juga soal keenggananya untuk mengabdi pada
belanda yang telah membakar pesantren ayahnya pada tahun 1913 serta membodohkan
masyarakat Indonesia melalui kebijakan politisnya. [1]
Selain belajar di Madrasah, ia juga banyak
mempelajari sendiri kitab-kitab dan buku berbahasa Arab. KH Wahid Hasyim
mendalami syair-syair berbahasa Arab dan hafal di luar kepala, selain menguasai
maknanya dengan baik. Pada usia 13 tahun ia dikirim ke Pondok Siwalan, Panji,
sebuah pesantren tua di Sidoarjo. Sepulang dari Lirboyo, KH Wahid Hasyim tidak
meneruskan belajarnya di pesantren lain, tetapi memilih tinggal di rumah. Oleh
ayahnya, pilihan tinggal di rumah dibiarkan saja, karena KH Wahid Hasyim bisa
menentukan sendiri bagaimana harus belajar. Benar juga, selama berada di rumah
semangat belajarnya tidak pernah padam, terutama belajar secara otodidak.
Kegemaran dalam dunia pendidikan, pada usia 10 tahun, beliau sudah berkelana
dari satu pesantren kepesantren lainya. Karena ghirah intelektualnya, pada usia
17 tahun beliau bertolak ke mekkah. Pada dasarnya, cerminan kecintaan pada
dunia pendidikan tidak lepas peran lingkungan pesantren yang di asuh ayahnya,
karena pesantren tebuireng menjadi basis perintis pendidikan islam di Jawa
Timur. Sehingga kecintaan KH Wahid Hasyim dalam memproduksi pola pikir yang
kontruktif mulai di tampakan disaat awal mula kecintaan beliau pada pendidikan
sampai beliau pulang dari mekah dengan mencoba menkolaborasikan kurikulum
pesantren dengan kurikulum pendidikan umum dengan mendirikan madrasah salafiyah
yang dipimpin oleh KH Ilyas dengan mengkolabosarikan kurikulum umum. Diantaranya.
1.
Membaca menulis huruf latin
2.
Bahasa Indonesia
3.
Mempelajari ilmu bintang dan falak
4.
Ilmu bumi dan sejarah Indonesia.
Sehingga kurikulum yang
ditampilkan dalam system pendidikan di Pesantren Tebuireng pada saat itu
menggunakan sistemasisai kurikulum zaman romawi yang dapat menguatkan
aspek-aspek fitrah keagamaan kemampuan actual yang mengarah pada suatu
kebaikan. [2]
B.
Peran KH. Wahid Hasyim dalam Pendidikan
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa KH wahid
hasyim selain sebagai salah satu ulama dan putra ulama Al-Maghfurlah
Hadratus syaikh KH Hasyim Asy'ari serta kecintaanya dalam dunia pendidikan,
beliau juga dikenal sebagai seorang tradisionalis Nahdlatul Ulama yang
reformis, populis, modernis serta progresif dalam dunia pendidikan di
Indonesia. Kecintaan Beliau juga tidak sekedar pada ilmu yang bersifat
personal, melainkan aplikatifnya disetiap otoritas-otoritasnya. Sebelum, maupun
saat menjabat menjadi menteri agama. Sehingga melalui otoritasnya, mampu
mengangkat pendidikan pesantren yang selalu di anak tirikan dari pendidikan
umum, sehingga kesan dikotomi-dualisme pendidikan sesaat mulai di patahkan
melalui kebijakan-kebijakanya.[3]
1.
Otoritas sebelum menjadi Kemenag RI
Sebelum menjabat menjadi
kepala menteri agama RI, KH Wahid Hasyim terkenal dengan kharismatiknya dalam
keilmuanya. Di antara kebijakanya[4] :
a.
KH Wahid Hasyim selalu mengusulkan dan berusaha merevisi kurikulum
pesantren tebuireng, yang pada saat itu masih dipimpin ayahnya. Dalam merevisi
dengan memadukan serta mengkolaborasikanya, bukan semata memudarkan melainkan
melengkapi suatu keilmuan antara ilmu umum dan ilmu agama sehingga KH wahid
hasyim mempunyai harapan, keilmuan ini mampu di komplementerkan. sehingga
khasanah keislaman mampu di terapkan dalam ranah aplikatif dalam menjalankan
dan mengkomando ilmu-ilmu umum.
b.
Selain mengusulkan sebuah reformasi kurikulum, KH Wahid Hasyim juga
mengusulkan perlunya pengajaran yang ada di pesantren tidak sebatas pada system
klasikal. Namun perlunya dekontruksi-rekontruksi ulang untuk meningkatkan mutu
kualitas output dari pesantren menggunakan sistematika pelajaran secara
tutorial.
c.
Pada tahun 1936, Kiai Wahid mendirikan Ikatan Pelajar Islam, la juga
mendirikan taman bacaan (Perpustakaan Tebuireng) yang menyediakan lebih dari
seribu judul buku. Perpustakaan ini juga berlangganan majalah seperti Panji
Islam, Dewan Islam, Berita Nahdlatul Ulama, Adil, Nurul Iman, Penyebar
Semangat. Panji Pustaka, Pujangga Baru, dan lain sebagainya. Ini merupakan
terobosan pertama yang dilakukan pesantren manapun di Indonesia.
d.
Saat pemimpin Masyumi, la merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang aktif
membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Tahun 1944, ia ikut
mendirikan Sekolah Tinggi Islam (UIN) di Jakarta yang dipimpin oleh KH wahid
hasyim.
e.
Pada tahun 1935, KH Wahid Hasyim mendirikan Madrasah Nidzamiyah, dimana 70
persen kurikulum berisi materi pelajaran umum, dan akhirnya di ridhoi oleh sang
ayah.
f.
Pada saat KH wahid hasyim menjabat ketua MIAI, beliau melakukan tuntutan
kepada pemerintah Kolonial Belanda untuk mencabut status Guru Ordonantie tahun
1925 yang sangat membatasi aktivitas guru-guru agama. Bersama GAPI (Gabungan
Partai Politik Indonesia) dan PVPN (Asosiasi Pegawai Pemerintah). MIAI juga
membentuk Kongres Rakyat Indonesia sebagai komite Nsional yang menuntut
Indonesia berparlemen.
2.
Otoritas saat menjabat sebagai Menteri Agama RI
Kebijakan KH Wahid Hasyim dalam memajukan dan
mengintegrasikan pendidikan di Indoensia sebelum menjadi menteri agama, masih
banyak sekali yang perlu kita renungkan. Kita analisis, untuk kembali
mengeavaluasi sebuali kurikulum antara pendidikan islam dan pendidikan umum.
Selain otoritasnya yang begitu brilliant, otoritas yuridis pada saat menjabat menteri
agama juga membuat pengaruh signifikansi sekali pada pendidikan yang ada di
Indonesia. Di antaranya:
a.
Mengeluarkan Peraturan Pemerintah tertanggal 20 Januari 1950, yang
mewajibkan pendidikan dan pengajaran agama di lingkungan sekolali umum, baik
negeri maupun swasta.
b.
Mendirikan Sekolali Gunj dan Hakim Agama di Malang, Banda-Aceh. Bandung.
Bukittinggi, dan Yogyakarta.
c.
Mendirikan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di Tanjungpinang, Banda-Aceh.
Padang, Jakarta, Banjarmasin, Tanjungkarang, Bandung. Pamekasan, dan Salatiga.
d.
Pada taliun 1950 memutuskan pendirian Perguman Tnggi Agama Islam Negeri
(PTAIN)yang kini menjadi IAIN/UIN/STAIN, serta mendirikan wadali Panitia Haji
Indonesia (PHI). Kyai Wahid juga memberikan ide kepada Presiden Soekarno untuk
mendirikan masjid lstiqlal sebagai masjid negara.
Statmen otoritas di atas baru sebatas yang nampak
dalam bentuk formaalitasnya. Kebijakan yang sudah bertahun-tahun mengendap
serta mengakar bumi pertiwi mulai hilang. Sehingga perlunya dikembalikan sebuah
tatanan formulasi kehidupan dalam cerminan pendidikan yang satu padu dalam satu
system yang seimbang. Jika kita tarik garis besarnya, deskriptif analisis
kebijakan dari KH Wahid Hasyim mengacu kepada dua garis besarnya, di antaranya
planning melalui kurikulum dan proses melalui metode. Kebijakan tidak berangkat
dari kegelisahan, atas sebuali realitas untuk lebih dikomplementarkan maupun
substitusikan melalui otoritas yang lebih tepat dan bijaksana.[5]
3.
Falsafah Pendidikan
Filsafat adalah ushul dari ilmu, berupa
kolektifitas keajaiban hidup yang tidak terbayangkan oleh imajinasi dan akal.
karena filsafat berupa kebijaksanaan tatanan kehidupan yang ideal dalam
kehidupan manusia, keterapan dalam keadilan kemaslhatan bersama. Sehingga
keberadaan filsafat menjadi titik temu arus disiplin ilmu yang saling
bersinggungan di setiap system tata kehidupan yang teoritis ke ranah
aplikatifnya.
Pendidikan adalah fitrah dalam mendewasakan
intelektual, spiritual humanis- illahiyah dalam kehidupan di dunia, sehingga
dalam pendidikan itu sendiri mampu menyadarkan setiap insan dalam mewujudkan
khalifah pribadi yang santun dengan alam (habluminal 'alam), humanis (hablum
minanas). ketaqwaan vertikal (hablum minalloh). serta etika life
long education (habluminall 'ilmi). Sehingga Filosofis pendidikan
islam mewujudkan nilai-nilai idealisme aplikatif dalam mewujudkan Pendidikan
nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Secara hakekat epistemologi-paradigma sistemik,
menurut imam KH. Wahid Hasyim. Bahwa pendidikan, seharusnya pencapaian sebuah
keilmuan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Disisi lain, juga perlunya
Pendidikan yang lebih menekankan pada internalisasi afeksi, dengan mempertebal
keyakinan dan memberikan bekal life skill dalam menjalani kehidupan didunia.
Sehingga unsuritas pendidikan dapat di aplikatifkan secara tepat guna sesuai
dengan ketrampilan masing masing. Hal ini, tentunya tidak lepas dari paradigma
setiap individu dalam memberikan deskriptif-analisis makna pendidikan itu
sendiri, sehingga lebih populer bahwa pendidikan adalah kebijksanaan.
Namun, Filosofisitas pendidikan masih dalam kadar
harapan sacral untuk dicapai yang telah dikontruksikan sebuah rumusanya dalam
mimpi bersama tersuratkan dalam hukum yuridis. Pencapaian nilai-nilai yang
aplikatif, pada dasarnya masih menimbulkan konflik yang berkepanjangan dengan
menimbulkan dualisme pembelajaran.[6]
C.
Analisis Kuriulum Pemikiran KH. Wahid Hasyim
kurikulum ditinjau dari makna leksikalnya, berarti
“curere” yang berarti jarak tempuh lari yang berasal dari bahasa yunani.
Secara aksiologiny, kurikulum bukan sebatas pada sempitnya makna dalam cabang
olahraga. Makna kurikulum dalam dunia pendidikan sebagai framework,
planning yang tersurat jelas dengan berisi komponen-komponen sebagaiamana
standar-standar dalam mencapai pendidikan yang diharapkan.
Pada dasarnya, kurikulum memiliki dua dimensi pokok,
dimensi vision dan strucuture. Vision dalam kurikulum adalah hasil dugaan
manusia yang meletakan dunia dalam konsep yang nyata. Artinya
menginterprestasikan urgensi pendidikan dengan kenyataan-kenyataan yang mudah
dipersepsikan oleh peserta didik karena banyaknya konsep mengenai urgensi
pendidikan yang beragam. Sehingga dalam hal ini makna vision secara
aplikatif-kontekstual. Secara makna strutture tersendiri, kurikulum adalah
mengorganisir secara sistematis berbagai komponen kurikulum kedalam pengalaman-pengalaman
belajar, sehingga dengan mudah dapat di implementasikan dan di evaluasi
hasilnya. Sehingga pencapaian kurikulum secara visions maupun structure tidak
lepas dari rangkuman rencana dasar dalam pendidikan, baik rencana tersurat
dalam sistemasisasi structure dalam standar proses, standar isi, Standar
pengelolaan, Standar pembiayaan, Standar penilaian pendidikan. Dan tidak lupa
rencana visions kurikulum dalam dunia pendidikan, berupa Standar pendidik dan
tenaga kependidikan, Standar sarana dan prasarana serta standar kompetensi
lulusan.[7]
Secara tidak langsung, bentuk standarisasi pada kurikulum KTSR kesemuanya telah
di aplikasikan melalui otoritas pendidikan yang tawarkan oleh KH wahid hasyim.
diantaranya pada kebijakan pra maupun saat menjabat menjadi menteri agama RI.
Yaitu:
Pertama, tentang usulah KH
Wahid hasyim atas perombakan kurikulum pesantren tebuireng dengan menyisipkan
pendidikan umum, selain sisi sebagai memenuhi standarisasi lulusan bagi para
santri yang cakap dan mandiri, juga sebagai bentuk aktualisasi kebijakan KH
wahid hasyim dalam standarisasi isi dalam dunia pendidikan, sehingga
terciptanya keseimbangan (tawazun) ilmu-ilmu naqli’ah dan ‘aqliyah.
Kedua tentang kebijakan beliau tentang System transformasi pembelajaran yang beliau
ajukan dengan melengkapi System pembelajaran klasikal dengan tutorial. Walau belum menjabat sebagai menteri agama,
beliau mampu menerapkan system
tutorial disamping begalanya system klasikal dalam pembelejaran khususnya di Pesantren Tebuireng, sehingga secara tidak langsung sistematika standar proses yang
sering kita sebut sebagai metode (kaifiyah). dapat di aplikasikan secara
konstektul pada saat itu.
Ketiga. peran serta beliau dalam dunia
pendidikan juga turut andil dalam pendirian universitas, maupun sekolah guru
agama di Malang, Banda-Aceh, Bandung, Bukittinggi, Banda-Aceh, Padang. Jakarta,
Banjarmasin, Tanjungkarang. Bandung. Pamekasan, Salatiga.dan Yogyakarta, serta
Perguman Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kini menjadi IAIN/UIN/STAIN.
Karena saat itu beliau menyadari bahwa letak keberhasilan dalam dunia
pendidikan tidak terlepas pada kuantitas berupa bangunan fisik, namun yang
lebih utama terletak pada kualitas, melalui peningkatan-peningkatan keilmuan. Sehingga
mampu mengaktualisasikan prinsip standarisasi kualitikasi pendidikan dan
kompetensi guru.
Keempat, tentang kebijakan beliau dalam Mengeluarkan Peraturan Pemerintah
tertanggal 20 Januari 1950, yang mewajibkan pendidikan dan pengajaran agama di
lingkungan sekolali umum, baik negeri maupun swasta. Secara tidak langsung, sistematika
perencanaan, yang mampu dimaknai secara holistic dengan kaitanya pada
standarisasi sarana prasana menjadi simpul ke pastian kebijakanya. Karena
tentunya, pada setiap kebijakan yang di ambil, tidak semata mata tanpa perencenaan
dan pemberian akomodatif dalam bidang pendidikan.
Dari cerminan kurikulum di atas dapat kita
analisis, baliwa setiap otoritas yang dideklarasikan beliau. Baik sebelum
maupun saat menjadi menteri agama. Segala, acuan otoritasnya dalam dunia
pendidikan tidak lepas dari sistemasisasi kebijakan pendidikan yang masih di
pegang pemerintah berupa komponen-komponen dalam mengoperasionalkan pendidikan
di Indonesia. Karena pengaruh politk, kebijkan yang ditempuh beliau, sesaat
kabur setelah beliau tidak menjabat sebagai menteri agama, karena labilnya
politik kebijakan yang mudah di anulir. Tentunya, sistematika dalam setiap
kebijakan beliau dalam mengintegrasikan kurikulum pendidikan pesantren dan
umum. Pada dasarnya aplikasi penerapan kurikulum yang berbeda visionya,
sehingga mampu bersifat komplementer, contoh kecil dalam pendidikan pesantren,
structure kurikulum secara universal mengacu pada:
1.
activity curriculum yang
acuanya didasarkan pada empat impuls kemanusiaan.
2.
Core curriculum yang
menekankan pendekatan kurikulum kepada social centered.
3.
Kurikulum muatan local, yang menekankan program kurikulum aplikatif pada
lingkungan alam, social, kultur budaya pembangunan daerah, sebagaimana yang
tertuang didalam SK mendikbud No. 0412/ U / 1987[28].
Sedangkan
pada pendidikan umum, penekanan structure kurikulum terletak pada :
1.
Subject matter curriculum
yang menekankan pada teoritis normative dari idealisme mata pelajaran yang
diberikan secara terpisah satu sama lainya, sehingga tiada relevansinya.
2.
Correleated curriculum yang
menekankan pada teoritis normative dari idealisme yang saling berhubungan dua
atau tiga mata pelajaran, atau di relevansikan disetiap pembelajaran, dengan
kata lain lintas kurikulum.
3.
Broad field curriculum,
kurikulum yang dipelopori oleh Thomas Huxley pada tahun 1969. kurikulum ini
menekankan pada teoritis normative dari idealisme mata pelajaran yang sejenis.
Dari berbagai jenis pengorganisasian kurikulum di
atas, pada hakekatnya telah di integrasikan secara universal oleh beliau KH
Wahid Hasyim, melalui kebijakan-kebijakan yang bersifat pasti melalui kebijakan
yuridis disaat menjabat menteri agama, maupun kebijakan mikro-penfasiran sesaat
sebelum menjabat menjadi menteri agama. Sehingga, dengan penilaian pendidikan
yang aplikatif pada KH Wahid Hasyim mampu meningkatkan dan mendekatkan
nilai-nilai filosofis pendidikan yang terintegrasi antara pendidikan Islam dan
umum. Bukti konkretnya, terletak pada kekaguman pada rekan-rekanya KH Wahid
Hasyim. di antaranya: Chaerul Saleh, Isa Anhsari (aktivis persis). R. Mustajab
Soemowiligdo (walikota Surabaya waktu itu), Murtadijah (wakil ketua PB muslimat
NU) dan Tamar Jaja yang merasa iri, karena kekagumanya, walaupun beliau tidak
mengenyam pendidikan sekolah Belanda. Namun secara kualitas mampu di atas para
pelajar sekolah Belanda.
D.
Analisis Metode Pendidikan KH. Wahid Hasyim
Metode adalah cara, strategi yang bersifat
aplikatif sesuai kultur budaya yang ada disekitar atau lebih familiamya, metode
dapat di kategorikan sebagai tatacara dalam menilai dan memahami pola
pendidikan. Metode pada hakekatnya tidak bisa lepas dengan kurikulum, tanpa
kurikulum isi dari metode tidak ada yang perlu di aplikasikan, jika kita
analogikan, sebagaimana seorang memanah, anak panah sebagai kurikulum, busur
panah sebagai sarana prasarana dan metode adalah cara maupun gaya memanah
sesuai "kesukaan” pemanah (peserta didik), untuk mencapai suatu sasaran
(cita-cita) yang diharapkan si pemanah. Berbicara tentang metode yang tidak
lain dengan analogi diatas (anak panah), gaya dalam pembelajaran yang
ditawarkan KH wahid hasyim bersifat integratef antara gaya klasikal (pesantren)
dengan gaya pendidikan umum (tutorial). Inilah salah satu kebijakan beliau
tentang metode yang tersurat menjadi kebijakan awal dalam menawarkan konsep
metode pendidikan di pesantren ayahnya (tebuireng).
Jika kita analisa menggunakan paradigma deduktif,
tutorial adalah metode yang sering teraplikasikan di sekolah umum saat itu,
lepas dari pengatasnamakan bahwa metode ini milik sekolah umum. Secara
hakekatnya metode ini memiliki kelebihan serta kekuranganya, diantaranya:
Bahwa metode tutorial adalah metode penguasaan, pemahaman dan analisa dari
setiap mata pelajaran, sehingga kelebihan metode adalah keaktifan peserta didik
sangat menentukan signifkansi keilmuan dan perkembangan intelektual dari
peserta didik, sehingga dalam metode ini lebih menekankan pada system diskusi.
Namun titik kelemahanya bahwa tidak sepenuhnya metode ini dapat di aplikatifkan
jika metode pembelajaran masih pada traf doktmisme ketauhidan pada peserta
didik yang masih di bawah umur, yang erat menggunakan metode pedagogic.
sehingga seharusnya metode yang diaplikatifkan adalah metode klasikal. Sehingga
dari sini dapat kita analisis, bahwa metode yang menjadi konsep tawaran KH
wahid Hasyim adalah bersifat komplementer-mutualisme, bukan substitusi-parasitisme
maupun komensalisme. Sehingga dengan kecerdasan qalbu-spiritual dan ‘aql-
rasional beliau mampu menerapkan otoritas komplementer dari setiap metode yang
di tawarkan di pesantren tebu ireng, yang tidak lain milik ayahnya al
maghfurlah hadratus KH Hasyim As'ayari (pendiri NU).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
KH Wahid Hasyim Adalah salah salah satu putra dari
pengasuh pondok pesantren tebuireng atau pendiri organisasi terbesar di
Indonesia (Nahdlatul Ulama), al maghfurlah hadratus syaikh KH Hasyim
Asy'ari.
Selain mendapat bimbingan langsung dari ayahnya,
KH Wahid Hasyim juga belajar di bangku Madrasah Salafiyah di Pesantren
Tebuireng. Pada usia 12 tahun, setamat dari Madrasah, ia sudah membantu ayahnya
mengajar adik-adik dan anak-anak seusianya. Sebagai anak tokoh, KH Wahid Hasyim
tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah Pemerintah Hindia Belanda.
Selain ketidakminatannya, melainkan juga soal keenggananya untuk mengabdi pada
belanda yang telah membakar pesantren ayahnya pada tahun 1913 serta membodohkan
masyarakat Indonesia melalui kebijakan politisnya.
KH. Wahid Hasyim juga dikenal sebagai seorang
tradisionalis Nahdlatul Ulama yang reformis, populis, modernis serta progresif
dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kecintaan Beliau juga tidak sekedar pada
ilmu yang bersifat personal, melainkan aplikatifnya disetiap
otoritas-otoritasnya. Sebelum, maupun saat menjabat menjadi menteri agama.
Sehingga melalui otoritasnya, mampu mengangkat pendidikan pesantren yang selalu
di anak tirikan dari pendidikan umum, sehingga kesan dikotomi-dualisme
pendidikan sesaat mulai di patahkan melalui kebijakan-kebijakanya.
B.
Saran
Makalah ini mungkin sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis
selalu mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian, agar menjadi
masukan dan perbaikan bagi penulis sehingga kedepannya makalah ini menjadi
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad dkk. Pengembangan kurikulum. cet 1. bandung:
pustaka setia. 1998.
Lathiful
Khuluq. Fajar Kebangkitan Ulama Biografi KH Hasyim Asy’ari. Cet IV.
Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara. 2008.
Mohammad rifai. wachid hasyim. cet 1. yogyakarta:
Ar-ruz media. 2009.
Mustofa dan
abdulloh aly. Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia. Cet 2. Bandung: CV Pustaka Setia. 1999.
Rahmat Raharjo. Inovasi Kurikulum pendidikan agama islam. Cet 1. Yogyakarta: Magnum pustaka. 2010.
Teguh Wangsa Gandhi HW. filsafat pendidikan. (cet 1. Yogyakarta: Arruz media. 2011.
[1] Lathiful
Khuluq, Fajar Kebangkitan Ulama Biografi KH Hasyim Asy’ari, (Cet IV,
Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara, 2008). H.
96-97
[2] Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum pendidikan agama islam, (Cet 1, Yogyakarta: Magnum pustaka, 2010), h.68-69
[4] Mustofa dan abdulloh aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Cet 2, Bandung:
CV Pustaka Setia, 1999), h. 102-103
Snow Peak Titanium Flask
BalasHapusThis glass glazes apple watch 6 titanium hot, bright with smith titanium snow. Snow Peak Titanium titanium flash mica Flask. This sunscreen with titanium dioxide glass glazes hot, bright with snow. Snow Peak Titanium Flask. This glass titanium grades glazes hot, $4.99 · In stock