Makalah tentang: SIKAP GURU TERHADAP PERBEDAAN DAN KEUNIKAN INDIVIDUAL ANAK (PESERTA DIDIK)
Kepada
seluruh pembaca yang budiman, mohon maaf apabila dalam artikel ini
terdapat kesalahan, juga diharapkan kepada para pembaca sekalian harap
teliti terlebih dahulu sebelum menjadikan artikel ini sebagai referensi
sehingga meminimalisir kesalahan di lain hari.
Jika ada kritik dan saran silahkan sampaikan dengan baik pada kolom komentar di bagian bawah artikel ini.
Saya ucapkan terimakasih atas kunjungannya.
Terakhir saya ingin mengutip kata dari Syaidina Ali bin Abi Thalib yang artinya "Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan pernah melihat siapa yang mengatakan"
Wassalam.
Dan untuk mendapat file makalah ini dalam bentuk .doc silakan download di bawah ini:
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari
atau membicarakan perihal keadaan tingkah laku manusia yang masih dalam masa
perkembangan baik fisik maupun psikis, yang terjadi terus menerus melalui
proses dan tahapan perkembangan. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam
diri, perilaku, maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang hidupnya, yang
dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati.[1]
Dalam dunia pendidikan, seorang guru tentu akan
menemui berbagai macam perilaku anak / peserta didik. Dalam hal, tentu seorang
guru dituntun untuk dapa bersikap atau berperilaku dengan tepat sesuai keunikan
dan keragaman individu peserta didiknya. Oleh karena itu, dalam makalah ini
kami akan membahas mengenai sikap guru terhadap perbedaan dan keunikan individu
anak (peserta didik).
B.
Rumusan
masalah
1. Bagaimana
konsep individu dan peserta didik ?
2. Bagaimana
perbedaan individual peserta didik ?
3. Bagaiman
sikap guru terhadap perbedaan individual peserta didik ?
C.
Tujuan
penulisan
1. Untuk
menjelaskan konsep individu dan peserta
didik.
2. Untuk
menjelaskan perbedaan individual peserta
didik.
3. Untuk
menjelaskan sikap guru terhadap perbedaan
indivudual peserta didik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep Individu dan Peserta Didik
1. Konsep
Indidu
Siswa
atau peserta didik yang melakukan kegiatan belajar atau mengikuti proses
pendidikan, adalah individu. Baik di dalam kegiatan klasikal, kelompok ataupun
individual, proses dan kegiatan belajarnya tidak dapat dilepaskan dari
karakteristik, kemampuan dan perilaku individualnya. Sebenarnya dalam proses
pendidikan, bukan hanya siswa yang terikat dengan karakteristik, kemampuan dan
perilaku individual tersebut, tetapi juga guru serta para petugas pendidikan
lainnya. Karena siswa atau peserta didik merupakan subjek pendidikan, maka
karakteristik, kemampuan dan perilaku siswalah yang mendapat kajian dan sorotan
utama.[2]
2. Konsep
Peserta Didik
Dalam
proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi
sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam
semua proses transformasi yang disebut pendidikan. Sebagai salah satu komponen
penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai "raw
material” (bahan mentah).
Dalam
perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai sejenis makhluk ‘‘homo
educandum”, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian ini,
peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat
laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikannya
agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.
Dalam
perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya
masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta
didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik
optimal kemampuan fitrahnya (Arifin, 1996).
Dalam
perspektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat
4, "peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis
pendidikan tertentu."
Berdasarkan
beberapa definisi tentang peserta didik yang disebutkan di atas dapat disimpulkan
bahwa peserta didik individu yang memiliki sejumlah karakteristik, di
antaranya:
a. Peserta
didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas,
sehingga ia merupakan insan yang unik. Potensi-potensi khas yang dimilikinya
ini perlu dikembangkan dan diaktualisasikan sehingga mampu mencapai taraf
perkembangan yang optimal.
b. Peserta
didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya, peserta didik tengah
mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar, baik yang ditujukan kepada
diri sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
c. Peserta
didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan
manusiawi. Sebagai individu yang sedang berkembang, maka proses pemberian
bantuan dan bimbingan perlu mengacu pada tingkat perkembangannya.
d. Peserta
didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Dalam
perkembangannya peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang ke arah
kedewasaan. Di samping itu, dalam diri peserta didik juga terdapat
kecenderungan untuk melepaskan diri dari kebergantungan pada pihak lain. Karena
itu, setahap demi setahap orangtua atau pendidik perlu memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mandiri dan bertanggung jawab sesuai dengan
kepribadiannya sendiri.[3]
B. Perbedaan Individual Peserta Didik
Setiap
anak adalah unik. Ketika kita memperhatikan anak-anak di dalam ruang kelas,
kita akan melihat perbedaan individual yang sangat banyak. Bahkan anak-anak
dengan latar belakang usia hampir sama, akan memperlihatkan penampilan,
kemampuan, temperamen, minat dan sikap yang sangat beragam.
Dalam
tinjauan psikologis Islam, perbedaan individual tersebut dipandang sebagai
realitas kehidupan manusia yang sengaja diciptakan .Allah untuk dijadikan bukti
kebesaran dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Ketika menjelaskan tentang proses
penciptaan, dalam surah al-Mu’minun ayat 12-14, Allah telah memberi isyarat
akan perbedaan individual ini.
وَلَقَدۡ
خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ مِن سُلَٰلَةٖ مِّن طِينٖ ١٢ ثُمَّ جَعَلۡنَٰهُ نُطۡفَةٗ فِي قَرَارٖ
مَّكِينٖ ١٣ ثُمَّ خَلَقۡنَا ٱلنُّطۡفَةَ عَلَقَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡعَلَقَةَ
مُضۡغَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡمُضۡغَةَ عِظَٰمٗا فَكَسَوۡنَا ٱلۡعِظَٰمَ لَحۡمٗا ثُمَّ
أَنشَأۡنَٰهُ خَلۡقًا ءَاخَرَۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحۡسَنُ ٱلۡخَٰلِقِينَ ١٤
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) daii tanah. Kemudian Kami jadikan saiipati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kukuh (lahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik", (QS. Al-Mu’minuun
[23]: 12-14).
Kata-kata
"makhluk (bentuk) lain” (khalqan akhar) yang terkandung
dalam ayat di atas mengindikasikan betapa manusia sebagai makhluk individu
memiliki ciri-ciri khas, yang berbeda satu sama lain. Sejak zaman Nabi Adam,
manusia pertama ciptaan Allah, hingga saat ini tidak ditemukan seorang yang
memiliki bentuk persis sama, meskipun masih dalam keturunan yang satu.
Jadi,
setiap manusia, apakah ia berada dalam suatu kelompok ataukah seorang diri, ia
disebut individu. Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai perseorangan
atau persona. Sebagai orang perorangan, individu memiliki sifat-sifat atau
karakteristik yang menjadikannya berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan
inilah yang disebut dengan perbedaan individual (individual differences). [4]
Dibawah
ini akan dijelaskan beberapa perbedaan individual peserta didik:
1. Perbedaan
fisik-motorik
Perbedaan
individual dalam fisik tidak hanya terbatas pada aspek-aspek yang teramati oleh
pancaindra, seperti: bentuk atau tinggi badan, warna kulit, warna mata atau
rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau keringat, melainkan juga mencakup
aspek-aspek fisik yang tidak dapat diamati melalui pencaindra, tetapi hanya
dapat diketahui setelah diadakan pengukuran, seperti usia, kekuatan badan atau
kecepatan lari, golongan darah, pendengaran, penglihatan, dan sebagainya.
Aspek
fisik lain dapat dilihat dari kecakapan motorik, yaitu kemampuan melakukan
koordinasi kerja sistem saraf motorik yang menimbulkan reaksi dalam bentuk
gerakan-gerakan atau kegiatan secara tepat, sesuai antara rangsangan dan
responssnya. Dalam hal ini, akan ditemui ada anak yang cekatan dan terampil,
tetapi ada pula anak yang lamban dalam mereaksi sesuatu.
Perbedaan
aspek fisik juga dapat dilihat dari kesehatan peserta didik, seperti kesehatan
mata dan telinga yang berkaitan langsung dengan penerimaan materi pelajaran di
kelas. Dalam hal kesehatan mata misalnya, akan ditemui adanya peserta didik
yang mengalami gangguan penglihatan, seperti: rabun jauh, rabun dekat, rabun
malam, buta warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal kesehatan telinga, akan
ditemui adanya peserta didik yang mengalami penyumbatan pada saluran liang
telinga, ketegangan pada gendang telinga, terganggunya tulang-tulang
pendengaran, dan sebagainya.[5]
2. Perbedaan
Intelegensi
Inteligensi
adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual dan merupakan
bagian dari proses-proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi. Secara
umum inteligensi dapat dipahami sebagai kemampuan untuk beradaptasi dengan
situasi yang baru secara cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep
yang abstrak secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan
mempelajarinya dengan cepat.
Dalam
proses pendidikan di sekolah, inteligensi diyakini sebagai unsur penting yang
sangat menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Namun inteligensi
merupakan salah satu aspek perbedaan indi-vidual yang perlu dicermati. Setiap
peserta didik memiliki inteligensi yang berlainan. Ada anak yang memiliki
inteligensi tinggi, sedang dan rendah. Untuk mengetahui tinggi rendahnya
inteligensi peserta didik, para ahli telah mengembangkan instrumen yang dikenal
dengan "tes inteligensi”, yang kemudian lebih populer dengan istilah
Intelligence Quotient, disingkat IQ. Berdasarkan hasil tes inteligensi ini,
peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai:
a. Anak
genius IQ di atas 140
b. Anak
pintar 110-140
c. Anak
normal 90-110
d. Anak
kurang pintar 70-90
e. Anak
debil 50-70
f. Anak
dungu 30-50
g. Anak
idiot IQ di bawah 30
Dengan
adanya perbedaan individual dalam aspek inteligensi ini, maka guru di sekolah
akan mendapati anak dengan kecerdasan yang luar biasa, anak yang mampu
memecahkan masalah dengan cepat, mampu berpikir abstrak dan kreatif.
Sebaliknya, guru juga akan menghadapi anak-anak yang kurang cerdas, sangat
lambat dan bahkan hampir tidak mampu mengatasi suatu masalah yang mudah
sekalipun.[6]
3. Perbedaan
kecakapan bahasa
Bahasa
merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam proses
belajar di sekolah. Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk
menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang
bermakna, logis dan sistematis.
Kemampuan
berbahasa anak berbeda-beda, ada anak yang dapat berbicara dengan lancar,
singkat dan jelas, tetapi ada pula anak yang gagap, berbicara berbelit-belit
dan tidak jelas.
Perbedaan
individual dalam perkembangan dan kecakapan bahasa anak ini telah menjadi
wilayah pengkajian dan penelitian yang menarik bagi sejumlah psikolog dan
pendidik. Banyak penelitian eksperimental telah dilakukan untuk menemukan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam penguasaan
bahasa anak. Dari sejumlah hasil penelitian tersebut diketahui bahwa faktor
nature dan nurture (pembawaan dan lingkungan) sangat mempengaruhi perkembangan
bahasa anak. Berhubung faktor-faktor nature dan nurture individu itu
bervariasi, maka pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa juga bervariasi.
Karena itu, tidak heran kalau antara individu yang satu dan individu lainnya
berbeda dalam kecakapan bahasanya. Perbedaan kecakapan berbahasa anak ini sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor kecerdasan, pembawaan,
lingkungan, fisik, terutama organ bicara, dan sebagainya.[7]
4. Perbedaan
psikologis
Perbedaan
individual peserta didik juga terlihat dari aspek psikologisnya. Ada anak yang
mudah tersenyum, ada anak yang gampang marah, ada yang beijiwa sosial, ada yang
sangat egoistis, ada yang cengeng, ada yang pemalas, ada yang rajin, ada yang
pemurung, dan sebagainya.
Dalam
proses pendidikan di sekolah, perbedaan aspek psikologis ini sering menjadi persoalan,
terutama aspek psikologis yang menyangkut masalah minat, motivasi dan perhatian
peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru. Dalam penyajian
suatu materi pelajaran guru sering menghadapi kenyataan betapa tidak semua
peserta didik yang mampu menyerapnya secara baik. Realitas ini mungkin
disebabkan oleh cara penyampaian guru yang kurang tepat atau menarik, dan
mungkin pula disebabkan oleh faktor psikologis peserta didik yang kurang
memperhatikan. Secara fisik mungkin terlihat bahwa perhatian peserta didik
terarah pada pembicaraan guru. Namun secara psikologis, pandangan mata atau
kondisi tubuh mereka yang terlihat duduk dengan rapi dan tenang belum dapat
dipastikan bahwa mereka memperhatikan semua penjelasan guru. Bisa saja pandangan
mata anak hanya terarah pada gerak, sikap dan gaya mengajar guru, tetapi alam
pikirannya terarah pada masalah lain yang lebih menarik minat dan perhatiannya.
Persoalan
psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit dipahami secara tepat, sebab
menyangkut apa yang ada di dalam jiwa dan perasaan peserta didik. Meskipun
demikian, bukan berarti seorang guru mengabaikan begitu saja, tanpa berusaha
untuk memahaminya. Guru dituntut untuk mampu memahami fenomena-fenomena
psikologis peserta didik yang rumit tersebut. Salah satu cara yang mungkin
dilakukan dalam menyelami aspek psikologis peserta didik ini adalah dengan
melakukan pendekatan kepada peserta didik secara pribadi. Guru harus menjalin
hubungan yang akrab dengan peserta didik, sehingga mereka mau mengungkapkan isi
hatinya secara terbuka. Dengan cara ini memungkinkan guru dapat mengenal siapa
sebenarnya peserta didik sebagai individu, apa keinginan-keinginannya,
kebutuhan-kebutuhan apa yang ingin dicapainya, masalah-masalah apa yang tengah
dihadapinya, dan sebagainya. Dengan mendekati dan mengenal peserta didik secara
mendalam, guru pada gilirannya dapat mencari cara-cara yang tepat untuk
memberikan bimbingan dan membangkitkan motivasi belajar mereka.[8]
C. Sikap Guru terhadap Perbedaan Indivudual Peserta
Didik
Setelah
memahami perbedaan individual peserta didik, seorang guru melalui pertimbangan
- pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan
tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan
memahami perbedaan individual peserta didik diharapkan guru akan dapat lebih
tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai
tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom
tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori
perkembangan individu.
2. Memilih
strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan
memahami perbedaan individual peserta didik diharapkan guru dapat menentukan
strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu
mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan
gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan
bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas
dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat
membimbing para siswanya. Dengan memahami perbedaan individual peserta didik,
tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan
benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan
keakraban.
4. Memfasilitasi
dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi
artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa,
seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan
berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu,
khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman mengenai perbedaan individual
peserta didik yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk
mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan
iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas
pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan
memahami perbedaan individual peserta didik memungkinkan untuk dapat
menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa
dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6. Berinteraksi
secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman
guru terhadap perbedaan individual peserta didik memungkinkan untuk terwujudnya
interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang
menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai
hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman
guru terhadap perbedaan individual peserta didik dapat mambantu guru dalam
mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis
penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil
penilaian.[9]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pemaparan pada bab pembahasan di atas maka dapat disimpulkan baha, sikap yang
tepat yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam memahami perbedaan dan
keuinikan individual anak dalam pembelajaran adalah sebagai beriukut:
1. Merumuskan
tujuan pembelajaran secara tepat
2. Memilih
strategi atau metode pembelajaran yang sesuai
3. Memberikan
bimbingan atau bahkan memberikan konseling
4. Memfasilitasi
dan memotivasi belajar peserta didik
5. Menciptakan
iklim belajar yang kondusif
6. Berinteraksi
secara tepat dengan siswanya.
7. Menilai
hasil pembelajaran yang adil.
D. Saran
Makalah
ini mungkin sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis selalu
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian, agar menjadi masukan dan
perbaikan bagi penulis sehingga kedepannya makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Desmita.
Psikologi Perkembangan Peserta Didik (panduan bagi orang tua dan guru dalam
memahami psikologi anak usia SD. SMP. dan SMA). Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya: 2011.
Hamdanah.
Psikologi Perkembangan. Malang: Setara Press. 2009.
http://yuliningsihcool.blogspot.co.id/2013/11/psikologi-pendidikan-dan-manfaat-bagi.html
diakses pada: jum’at 22 April 2016 pukul 04:27
Nana
Syaodih Sukmadinata. Landasa Psikologi Prose Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. 2009.
[1] Hamdanah, Psikologi
Perkembangan, (Malang: Setara Press, 2009) h.5
[2] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasa
Psikologi Prose Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.35
[3] Desmita, Psikologi
Perkembangan Peserta Didik (panduan bagi orang tua dan guru dalam memahami
psikologi anak usia SD, SMP, dan SMA), (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya:
2011), h. 39-40
[4] Ibid, . . . h. 51-52
[5] Ibid, . . . h. 53
[6] Ibid, . . .h. 53-54
[7] Ibis, . . . h. 54-55
[8] Ibid, . . . h. 55-56
[9] http://yuliningsihcool.blogspot.co.id/2013/11/psikologi-pendidikan-dan-manfaat-bagi.html
diakses pada: jum’at 22 April 2016
pukul 04:27
Komentar
Posting Komentar