Makalah tentang ALAM DALAM TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

           Kepada seluruh pembaca yang budiman, mohon maaf apabila dalam artikel ini terdapat kesalahan,  juga diharapkan kepada para pembaca sekalian harap teliti terlebih dahulu sebelum menjadikan artikel ini sebagai referensi sehingga meminimalisir kesalahan di lain hari. 

         Jika ada kritik dan saran silahkan sampaikan dengan baik pada kolom komentar di bagian bawah artikel ini.
Saya ucapkan terimakasih atas kunjungannya.
         
           Terakhir saya ingin mengutip kata dari Syaidina Ali bin Abi Thalib yang artinya "Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan pernah melihat siapa yang mengatakan"
Wassalam.

Dan untuk mendapat file makalah ini dalam bentuk .doc silakan download di bawah ini:


BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
Pandangan Islam tentang alam, manusia, hidup, agama, Tuhan, budaya, perubahan dan sebagainya. Hasil kajian-kajian itu dijadikan bahan masukan mendasar bagi upaya revitalisasi, inovasi, bahkan rekonseptualisasi pendidikan Islam beserta pilar-pilarnya di mana perlu dengan karakteristik permanen, senantiasa berusaha mengangkat derajat dan martabat manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Setiap konsep pendidikan manapun perlu ditinjau ulang dan disempurnakan dari masa ke masa. Sejalan dengan laju perkembangan kebutuhan masyarakat serta dinamika pemikiran manusia. Kajian filsafat pendidikan Islam menambah wawasan filosofis untuk menekuni bidang pendidikan Islam.

      B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana sejarah perkembangan filsafat tentang alam ?
2.      Bagaimana pandangan filsafat pendidikan Islam tentang alam ?

      C.    Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Agar mengetahui sejarah perkembangan filsafat tentang alam.
3.      Agar mengetahui pandangan filsafat pendidikan Islam tentang alam.



BAB II
PEMBAHASAN

       A.    Sejarah Perkembangan Filsafat tentang Alam

Menurut sejarah filsafat, filsafat yang awal mula lahir adalah filsafat tentang alam. Filsafat ini adalah filsafat yang digarap oleh orang-orang Yunani, akan tetapi bukan di daerah Yunani sendiri dibuatnya melainka di negara lain oleh para perantau Yunani yang mengembara, terutama di daerah Asia keci. Mereka ini terpaksa merantau dari negerinya, karena tanah kelahiran mereka (Yunani) tidaklah subur yang terdiri dari pegunungan. Akhirnya mereka meninggalkan tanah kelahiran mereka (Yunani) dan pergi merantau ke pulau – pulau sekitar laut Egia dan daratan Asia kesil. Dari kota bernama Miletos di Asia kecil, lahirlah filsafat alam pertama yang dicetuskan oleh ahli filsafat pertama bernama Thales, yang menyatakan bahwa asal mula sesuatu berasal dari air. Kemudian filsafat ini dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Anaximandros, yang menyebutkan bahwa awal dari segala sesuatu adalah Apeiron, yaitu suatu zat yang tidak terbatas. Setelah itu filsafat Anaximandros diteruskan lagi oleh muridnya yaitu Anaxamenes yang berpendapat bahwa asal-usul alam semesta ini adalah udara. Dari kota Miletos inilah filsafat alam menyebar ke kota-kota lain seperti Ephesos dengan tokohnya seperti Xenophanes, Parmemides dan Zeno. Demikianlah dan seterusnya hingga muncul Plato dengan filsafat idealismenya dan Aristoteles dengan realisme.[1] Keduanya merupakan cikal bakal bagi berbagai aliran filsafat. Yang pertama menekankan akal dan yang kedua menekankan indera.
Sejalan dengan itu, Islam pun mengajarkan bahwa manusia diperintahkan terlebih dahulu untuk mengetahui alam dan seisinya sebelum mengetahui dan memikirkan penciptanya.[2] Filsafat alam merupakan salah satu dari trilogi metafisika, disamping filsafat Tuhan dan Filsafat manusia.

      B.     Pandangan Filsafat Pendidikan Islam tentang Alam
Dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, alam adalah guru manusia. Kita semua wajib belajar dari sikap alam semesta yang tunduk mutlak pada hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah. Tidak terbayangkan oleh kita semua manakala alam berperilaku di luar hukum-hukum Allah, alam melanggar sunnah-Nya. Gunung meletus menyemburkan api, matahari terbit dan turun ke bumi, bintang-bintang berjatuhan, pohon-pohon tumbang, lautan meluap, ombak menghantam, terjadi badai dan bumi berhenti berputar.
Demikian pula, manusia yang tidak mau belajar dari konsistensi kehidupan alam, difatnya berubah bagaikan binatang, saling menipu, saling membunuh, saling memfitnah, saling korupsi di mana-mana, perzinahan dan sebagainya. Rusaknya kehidupan alam disebabjan oleh perilaku manusia yang tidak mau belajar dari alam semesta yang indah ini. Misalnya, kasus penebangan hutan liar, mengakibatkan hutan gundul, erosi, kebanjiran dan bencana alam lainnya.
Alam semesta ini dapat dijadikan guru yang bijaksana, misal seperti ombak dilautan yang dapat menjadi energi bagi para peselancar, angin dimanfaatkan untuk terjun payung, air deras yang dibendung untuk energi pembangkit tenaga listrik, dan banyak lagi manfaat dan pelajaran yang bisa diambil oleh manusia dan alam. [3]
Berpegang pada dalil-dalil al-Qur’an yang ada maka alam semesta ini diciptakan oleh Allah adalah untuk kepentingan manusia dan untu dipelajari manusia agar manusia dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia di muka bumi ini.[4]
Firman Allah dalam Al-Qur’an :


Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk ayat 15)
Berikut ini akan dikemukan sebagai pandangan filsafat Islam menganai hakikat alam, kedudukan alam dan alam sebagai lingkungan pendidikan.
1.      Hakikat alam
Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifat, alam secara bahasa berarti segala hal yang dapat dikenali, sedangkan secara terminologi berarti segala sesuatu yang maujud selain Allah, yang dengan ini Allah dapat dikenali, naik segi nama maupun sifatnya. Jadi segala sesuatu selain Allah, itulah alam secara sederhana. Pengertian ini merupakan pengertian teologis, dalam arti berdasarkan yang dikemukakan para teolog Islam. Adapun secara filosofis, alam adalah kumpulan jauhar (substansi) yang tersusun dari materi (maddah) daan bentuk (surah) yang di langit dan bumi. Segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, itulah alam berdasarkan rumusan filsafat. Alam dalam pengertian ini merupakan alam semesta atau jagat raya.
Adapaun tentang permulaan alam semesta yang dalam waktu ini didikung oleh penemuan dan teori astrofisika modern ialah bahwa sejak awal kejadiannya pada peristiwa Big Bang, alam semesta berkembang secara evolutif. Ini dimulai dengan kabut hidrogen yang berputar melanda, dan melalui runang. Alam semesta penuh dengan asap yang melimpah, yang merupakan 90 persen dari semua kosmos ini. Dengan gerak acak awan seperti itu, atom-atom kadang bergabung secara kebetulan untuk membentuk kantong-kantong gas yang padat. Dari peristiwa ini muncul bintang-bintang, dmikianlah secara perlahan melauii kira-kira dua puluh miliar tahun, akhirnya terbentukalah galaksi-galaksi yang terus berkembang, juga bintang-bintang, matahari serta planet-planet yang mengitari matahari sebagai pusatnya, termasuk bumi yang dihuni manusia, yang disebut dengan tata surya (solar system). Permulaan pendiptan alam seperti ini dalam khazanah fisafat pendidikan Islam disebut dengan gerak transubtansial (al-harakah al-jauhariyah), yaitu gerak alam yang bukan horizontal, melainkan vertikal ke arah yang sempurna. Gerak ini juga bukan hanya pada level aksidental, melainkan pada perubahan gas hidrogen menjadi kerak bumi yang keras. Gerak evolutif ini tidak hanya terjadi pada dataran makromostik, tetapi juga pada bumi yang disebut evolusi geologis.[5]

2.      Kedudukan Alam
Perbedaan terpenting antara Allah dengan ciptaan-Nya adalah bahwa Allah itu tak terhingga dan mutlak, sedangkan ciptaan-Nya adalah terhingga. Setiap tertentu memiliki potensi-potensi tertentu. Namun demikian, berapun banyaknya potensi-potensi ini, tetap saja tidak dapat membuat yang terhingga melampui keterhinggaannya dan menjadi tak terhingga. Inilah yang menurut Fazrur Rahman merupakan maksud Al-Qur’an ketika mengatakan bahwa setiap sesutu selain Allah “mempunyai ukuran” dan karena itu ia senantiasa bergantung keada Allah. Apabila sesuatu makhluk mengatakan dirinya dapat berdiri sendiri, maka ia memiliki sifat ketidak terhinggaan dan sifat ketuhanan. Maka seseorang itu sudah memiliki sifat syirik di dalam dirinya. Bila Allah menciptakan sesuatu, kepadanya, Allah memberikan kekeutan dan hukum tingkah laku yang oleh Al-Qur’an disebut petunjuk, perintah atau ukuran. Jadi dengan hukum inilah segala ciptaan Allah dapat selaras dengan ciptaan-ciptaan lainnya di alam semesta ini. Jika sesutu ciptan Allah melanggar hukumNya dan melampui ukurannya, alam semesta menjadi kacau. Inilah maksud Al-Qur’an bahwa tata alam semesta yang sempurna ini, selain sebagai bukti bagi adanya Allah, juga merupakan bukti bagi keesan-Nya.[6]
Alam semesta sedemikian rupa terjalin erat dan bekerja dengan regularitasnya sehingga pantas kalau ia dikatakan sebagai keajaiban Allah. Selain Allah, tidak ada sesuatu apa pun yang dapat membangun alam yang serba luas dan kukuh ini. Di sinilah letak dan posisi alam semesta sebagai keajaiban Allah. Alam semsesta besera keluasaan dan keteraturannya yang tidak terjangkau ini harus dipandang manusia sebagai pertanda adanya Allah. Pertanda ini dapat dikatakan sebagai petanda yang alamiah.
Al-Qur’an surah Fushshilat (41) : 53 mengungkapkan:  “. . . akan kami tunjukan tanda-tanda kami di jagat raya, dan di dalam diri (manusia) sendiri . . . “ ayat ini dengan jelas mengatakan bahwa alam semesta merupakan tanda-tanda Tuhan. Alam sebagai sebuah tanda tentunya akan memberi petunjuk kepada yang ditandainya, yaitu Tuhan. Dari sini banyak filsuf mengatakan bahwa akan merupakan pantulan atau cerminuniversal, yang dengannya Tuhan dapat dikenali.

3.      Alam dan Lingkungan Pendidikan
Lingkungan dalam arti luas mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat dan alam. Dengan kata lain, lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan. Ia adalah seluruh yang ada, baik berupa manusia maupun benda, alam yang bergerak ataupun tidak bergerak.[7] Dengan demikian, lingkungan adalah sesuatu yang melingkup hidup dan kehidupan manusia.
Adapun lingkungan pendidikan secara sederhana berarti lingkungan tempat terjadinya pendidikan. M. Arifin menyebutkan lingkungan pendidikan dengan istilah lembaga pendidikan. Menurut, salah satu faktor yang memungking terjadinya proses pendidikan Islam secara konsisten dan berkesinambungan adalah institusi atau lembaga pendidikan Islam.[8]
Dari sini Abudin Nata memahami lingkungan pendidikan Islam sebagai suatu institusi atau lembaga tempat pendidikan itu berlangsung. Di dalamnya terdapat ciri-ciri keislamana yang menungkin terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik. Lingkungan pendidikan berfungsi sebagai penunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar secara aman, tertib dan berkelanjutan.[9]
Dari beberapa prinsip filsafat pendidikan Islam tentang alam telah disebutkan bahwa alam semesta merupakan penetu keberhasilan proses pendidikan. Adanya interaksi antara peserta didik dengan benda atau lingkungan alam sekitar tempat mereka hidup merupakan prinsip filsafat pendidikan Islam yang perlu diperhatikan. Prinsip ini menekan bahwa proses pendidikan manusia dan peningkatan mutu akhlaknya bukan sekedar terjadi dalam lingkungan sosial semata, melainkan juga dalam lingkungan alam yang bersifat material. Jadi alam semesta merupakan tempat dan wahana yang memungkinkan proses pendidikan berhasil. Ada sebuah semboyan yang berbunyi “kembali ke alam” merupakan salah satu filsafat pendidikan yang menghendaki alam sebagai lingkungan pendidikan.



BAB III
PENUTUP
       A.    Kesimpulan
-          Menurut sejarah filsafat, filsafat yang awal mula lahir adalah filsafat tentang alam. Filsafat ini adalah filsafat yang digarap oleh orang-orang Yunani, akan tetapi bukan di daerah Yunani sendiri dibuatnya melainka di negara lain oleh para perantau Yunani yang mengembara, terutama di daerah Asia keci. Mereka ini terpaksa merantau dari negerinya, karena tanah kelahiran mereka (Yunani) tidaklah subur yang terdiri dari pegunungan. Akhirnya mereka meninggalkan tanah kelahiran mereka (Yunani) dan pergi merantau ke pulau – pulau sekitar laut Egia dan daratan Asia kesil. Dari kota bernama Miletos di Asia kecil, lahirlah filsafat alam pertama yang dicetuskan oleh ahli filsafat pertama bernama Thales, yang menyatakan bahwa asal mula sesuatu berasal dari air.
-          Dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, alam adalah guru manusia. Kita semua wajib belajar dari sikap alam semesta yang tunduk mutlak pada hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah. Tidak terbayangkan oleh kita semua manakala alam berperilaku di luar hukum-hukum Allah, alam melanggar sunnah-Nya. Gunung meletus menyemburkan api, matahari terbit dan turun ke bumi, bintang-bintang berjatuhan, pohon-pohon tumbang, lautan meluap, ombak menghantam, terjadi badai dan bumi berhenti berputar.
-          Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifat, alam secara bahasa berarti segala hal yang dapat dikenali, sedangkan secara terminologi berarti segala sesuatu yang maujud selain Allah, yang dengan ini Allah dapat dikenali, naik segi nama maupun sifatnya. Jadi segala sesuatu selain Allah, itulah alam secara sederhana.
-          Perbedaan terpenting antara Allah dengan ciptaan-Nya adalah bahwa Allah itu tak terhingga dan mutlak, sedangkan ciptaan-Nya adalah terhingga. Setiap tertentu memiliki potensi-potensi tertentu. Namun demikian, berapun banyaknya potensi-potensi ini, tetap saja tidak dapat membuat yang terhingga melampui keterhinggaannya dan menjadi tak terhingga.
-          Jadi alam semesta merupakan tempat dan wahana yang memungkinkan proses pendidikan berhasil. Ada sebuah semboyan yang berbunyi “kembali ke alam” merupakan salah satu filsafat pendidikan yang menghendaki alam sebagai lingkungan pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nara, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, 1997.
Ali, Hamdani, Filsafat  Pendidikan, Yogyaarta, kota kembang, 1986.
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2009.
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bina Aksara, 1987.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996.
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Ar-Ruz Media, 2013.
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Ar-Ruz Media, 201.
Zaini Muchtarom, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2008.
Zakiah Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996.



[1] Ali, Hamdani, Filsafat  Pendidikan, Yogyaarta, kota kembang, 1986, hal. 22-34

[2] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bina Aksara, 1987, hal. 54

[3] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2009, hal. 22

[4] Zaini Muchtarom, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2008, hal. 83

[5] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Ar-Ruz Media, 2013, hal. 95

[6] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Ar-Ruz Media, 2013, hal. 96

[7] Zakiah Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hlm.83

[8] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hal. 83


[9] Abudin Nara, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, 1997, hal. 111-112

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah tentang: BAIK DAN BURUK

LANDASAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI DALAM PENDIDIKAN

Makalah tentang Rabi'ah al-Adawiyah